Lihat ke Halaman Asli

Hariyono Ramzy

Akurat Tajam dan Terpercaya

Perangi Teroris Upaya Pelestarian Budaya Leluhur

Diperbarui: 15 Mei 2021   14:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Imam Gozhali di depan pemakan abu Raden Wijaya Candi Soengkoep atau Soember Djati yang lebih dikenal dengan Candi Simping atau Candi Sumberjati

Teror bom adalah tindakan keji yang membajak kesucian agama sebagai pembenar atas tindak sesat yang dilakukan. Aksi terorisme adalah bentuk kejahatan kemanusiaan yang menebar ketakutan dan menggerogoti rasa aman masyarakat. Walaupun berbagai upaya telah dilakukan untuk meredam radikalisme dan terorisme, akan tetapi aksi teror bom bunuh diri sepertinya tak pernah mati. Tidak sedikit terduga teroris telah ditangkap aparat, alih-alih dapat menyurutkan aksi, malah dalam kenyataan justru muncul aksi balas dendam.

Ledakan bom bunuh diri yang dilakukan pasangan suami istri berinisial L dan YSF di Makassar, Sulawesi Selatan baru-baru ini adalah salah satu bukti bahwa terorisme masih menjadi ancaman serius di Indonesia. 

Pasangan pengantin baru yang telah terkontaminasi doktrin jihad ini, meledakkan diri di depan Gereja Katedral Makassar minggu 29 Maret 2021 lalu. 

Sebanyak 20 orang dilaporkan terluka. Pelaku teror bom ditengarai anggota organisasi teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) atau Jamaah Ansharut Daulah (JAD) tewas seketika di tempat kejadian.

Di Indonesia, aksi teror bom sebetulnya bukan hal yang baru. Dalam beberapa kurun waktu aksi terorisme memang terkesan mati suri. Tetapi, tanpa diduga aksi teror bom tiba-tiba muncul di berbagai tempat. Menjelang perayaan hari-hari besar keagamaan, aksi teror bom seringkali terjadi.

Meski selama ini tidak sedikit terduga teroris sudah ditangkap aparat, tetapi dari waktu ke waktu selalu muncul pengganti-pengganti baru yang tak pernah putus. Memasuki era digital seperti sekarang ini, yang terjadi bukannya masyarakat makin kritis menyikapi pengaruh radikalisme yang ditebar melalui media sosial dan internet. Justru yang terjadi adalah sebaliknya.

Di era revolusi informasi, perkembangan internet serta aplikasi berbagai sosial media makin sering digunakan oleh berbagai kelompok garis keras yang berkepentingan untuk menyebarkan ideologi radikal dan mempropagandakan doktrin-doktrin, menjajaki dan menjaring kader-kader potensial, bahkan menyuarakan. Tanpa harus bertemu secara fisik, paham radikalisme dengan mudah menyusup lewat koneksi internet di kamar-kamar yang tertutup.

Sejak akhir 1990-an dan awal 2000-an, sejumlah organisasi terorisme transnasional seperti Al Qaeda dan ISIS, dilaporkan telah memanfaatkan blog, laman, forum, dan media sosial (Facebook, Twitter, dan Youtube) sebagai ujung tombak "jihad media" penyebaran paham ideologi radikal keagamaan.

Di Indonesia sendiri sejumlah organisasi Islam yang ditengarai berhaluan radikal seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Jamaah Ansharut Daulah (JAD), dan lain-lain dilaporkan tengah mengembangkan jihad media sosial di kalangan anak muda muslim dengan memanfaatkan sejumlah platform media baru (Iqbal 2014, Muthohirin 2015). Bahkan, pemerintah baru-baru ini juga membubarkan ormas islam Front Pembela Islam (FPI) yang dianggap berhaluan radikal yang ada keterikatan dengan organisasi-organisasi teroris.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline