Lihat ke Halaman Asli

Hilman, Gerakkan Anak-anak Motor untuk Selamatkan Lahan-lahan Terlantar

Diperbarui: 10 Mei 2016   16:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hilman Jaya Putra. * dok. pribadi

Waktu sepertinya diam. Tidak berputar. Terbukti, setelah 20 tahun meninggalkan desa tempat kelahiran, saat kembali, ternyata keberadaan lemah cai tempatnya lahir sepertinya baru kemarin saja ditinggalkan. Nyaris tidak ada perubahan. Justru di sana-sini terlihat banyak kemunduran. Tanah-tanah yang dulunya hijau, terlihat tandus dan tidak terurus. Banyak yang terlantar. Sementara itu, masyarakat dalam meningkatkan perekonomiannya, tampak semakin sulit.

Hilman Jaya Putra yang dulunya “anak gedongan” di perkebunan, kemudian lama hidup di kota besar, akhirnya tergerak untuk menyingsingkan lengan baju, mengeratkan tali sepatu, bertekad untuk menghijaukan kembali lahan-lahan terlantar itu; dia jadi petani! Dia panas-panasan, bermandi peluh. Hujan-hujanan, menentang angin dan dingin. Semua ini semata-mata demi menuntaskan dua misi utamanya; menghijaukan kembali lahan-lahan terlantar di kampungnya, sekaligus menyejahterakan kehidupan para petani penggarapnya.

DUA puluh tahun meninggalkan desa tempat kelahiran, setelah mengenyam pendidikan di sekolah menengah tingkat pertama dan sekolah menengah tingkat atas di kota untuk kemudian menikmati hiruk-pikuk kota, saat kembali, ternyata keberadaan lemah cai tempatnya lahir sepertinya baru kemarin saja ditinggalkan. Nyaris tidak ada perubahan.Justru di sana-sini terlihat banyak kemunduran. Tanah-tanah yang dulunya hijau, terlihat tandus dan tidak terurus. Sementara itu, masyarakat dalam meningkatkan perekonomiannya, tampak semakin sulit.

Itu adalah apa yang dilihat dan dirasakan Hilman Jaya Putra, saat dirinya kembali ke desa tempat kelahirannya di Desa Sukakarya, Kecamatan Sukanagara, Kabupaten Cianjur. Pria kelahiran 28 september 1970 ini, begitu keluar dari SDN Leuwimanggu Sukanagara (1982), kemudian pergi ke Kota Cianjur untuk melanjutkan sekolahnya di SMP Pasundan Cianjur,seterusnya masuk SMEA PGRI 18 Cianjur. Usai menamatkan SMEA, dia tidak kembali ke desa, malahan kemudian lama hidup di Kota Bandung.

“Saya kembali ke sini pada tahun 2002, berarti telah 20 tahun saya meninggalkan kampung. Ironisnya, nyaris tidak ada perubahan yang saya lihat di kampung saya ini. Saya lihat justru mengalami banyak kemunduran,” kata Hilman, mengawali obrolan dengan penulis di beranda rumah panggungnya, yang terletak tepat di belakang Mesjid Arrohmah, Kampung Cirawa, RT 03/RW 06, Desa Sukakarya, Kecamatan Sukanagara, Kabupaten Cianjur, beberapa waktu lalu.

penulis-5731a2107893733e056b2f6c.jpg

Penulis saat berbincang-bincang di rumah Hilman, di Kecamatan Sukanagara, Kabupaten Cianjur. * dok. hariyawan esthu

Terlindung dari gerimis hujan di luar, ditemani beberapa gelas kopi hitam dan makanan ringan yang disuguhkan sang istri, Lina Marlina, lelaki yang tercatat sebagai Juara 1 Wana Lestari PKSM Jawa Barat (2012) dan kemudian menjadi Juara 3 Wana Lestari PKSM Tingkat Nasional (2012) ini pun mengisahkan pengalamannya dalam melakukan konservasi lingkungan di desa tempat kelahirannya.

Hilman Jaya Putra lahir dan menjalani masa kecil di lingkungan perkebunan PTP Nusantara VIII. Bahkan ayahnya adalah salah seorang pejabat berpengaruh di lingkup PTP Nusantara VIII tersebut. Dia tahu, bagaimana keseharian orang bekerja di perkebunan. Dia juga tahu wilayah-wilayah yang menjadi areal perkebunan, khususnya di Kecamatan Sukanagara. Sepengetahuannya, dulu itu wilayah perkebunan di daerahnya terbagi ke dalam 12 wilayah Pasir Nangka (PaN).

“Saya ingat, dulu itu ada 12 PaN, yaitu PaN 1 sampai PaN 12. Tetapi kemudian, ketika saya pulang kampung, dari ke-12 PaN itu banyak yang terlantar. Malahan setelah dilakukan pendataan, tanah milik BUMN yang terlantar itu mencapai hingga 850 hektar,” lanjut Hilman.

Kecamatan Sukanagara secara umum, khususnya Desa Sukakarya, tanahnya dihimpit oleh tanah negara yang dikelola Perhutani dan tanah BUMN PTP Nusantara VIII. Di sini tanah milik rakyat tidak terlalu luas, juga tidak terlalu banyak. Hilman membandingkan, di Kecamatan Kadupandak dimungkinkan warganya ada yang naik haji hasil dari sawah atau hasil dari kebun, karena di sana memang luas sekali tanahnya. Tanah rakyat semua. Tetapi di Sukanagara kebanyakan tanah BUMN, BUMD.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline