BAGI yang faham ilmu manajemen atau ilmu kepemimpinan (leadership) tentu mengerti bahwa ukuran kualitas pemimpin bukanlah suku, agama, ras/bangsa ataupun golongan/parpol. Semua buku manajemen mengatakan bahwa kualitas seorang pemimpin ditentukan oleh keahliannya mengelola sebuah organisasi , baik organisasi kecil maupun besar. Untuk itu diperlukan kemampuan berupa kecerdasan (fatonah), bisa dipercaya (amanah), jujur (shiddiq) dan mampu berkomunikasi (tabliq).
Oleh karena itu kampanye agar memilih calon pemimpin yang seiman merupakan proses pembodohan ataupun pendangkalan cara berlogika bagi pemeluk agama tertentu. Sekaligus merupakan penyesatan di dalam proses berpolitik. Seharusnya justru rakyat mendapatkan pencerahan dan pendidikan politik yang benar bedasarkan kaidah-kaidah berpikir yang benar.
Kebiasaan buruk para calon pemimpin kita yaitu selalu menjadikan agama dan ayat-ayat suci agama untuk dijadikan alat demi mencapai kepentingan pribadi atau golongannya. Agama dan ayat-ayat suci bukan lagi dijadikan dasar pegangan berperilaku yang baik dan benar, tetapi telah dipelesetkan menjadi alat bepolitik yang murahan. Namun penulis yakin, masyarakat sekarang bertambah pintar dan akan memilih calon pemimpinnya berdasarkan kualitas dan tidak berdasakan pertimbangan suku, agama, ras/bangsa maupun golongan/parpol semata.
Hariyanto Imadha
Pengamat Perilaku
Sejak 1973
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H