Lihat ke Halaman Asli

Hari Wiryawan

Peminat masalah politik, sejarah, hukum, dan media, dosen Usahid Solo.

Omnibus Law dan Kasta Pengusaha

Diperbarui: 10 Oktober 2020   13:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

kompas.com

Kata-kata kunci yang cukup untuk menggerakan massa ada dua yaitu "Omnibuslaw menguntungkan pengusaha", dan "Omnibuslaw menyengsarakan buruh". 

Kata-kata ini terus berkumandang dari media sosial satu ke medsos yang lain, dari grup WA satu ke grup WA sebelah. Inilah kata-kata yang sakti yang membangun rasa permusuhan antara kelas pekerja dan kelas pemilik modal. Mengapa massa begitu mudah tersulut isu pertentangan kelas?

Dalam alam bawah sadar orang Indonesia, bersemayam pikiran bahwa masyarakat terbagi dalam strata atau kelas sosial yang berjenjang. Kelas kelas sosial itu memiliki kedudukan sosial yang tidak sama, ada yang tinggi dan ada yang rendah. Sistem sosial "Kasta" sebagaimana dipakai masyarakat Hindu pada masa yang lampau di Nusantara, tampaknya masih berlangsung hingga kini.

Dalam sistem Kasta masyarakat Hindu, kedudukan tertinggi dalam masyarakat adalah kelas Brahmana (agamawan), diikuti oleh Ksatria (tentara/ aparatur negara), Waisya (pengusaha/ pedagang), Sudra (buruh/pembantu). 

Ketika masyarakat Indonesia beragama Islam, kedudukan agamawan masih tetap tertinggi yaitu kaum Ulama/ Kyai/ Ustad. Sebagai contoh adalah adanya adanya "aksi bela ulama", "GNPF MUI" (Gerakan Nasional Pembela Fatwa Majelis Ulama Indonesia). Ketika ada serangan fisik kepada beberapa ulama, ada yang mengusulkan perlu adanya UU Perlindungan Ulama. 

Bagi orang islam di desa, Kyai adalah rujukan dan panutan hidup. Bagi masyakat kota yang "hijrah" perkataan sang Ustad  menjadi sabda yang harus ditaati. Baik Hindu maupun Islam menjunjung tinggi kaum rohaniawan. Dengan demikian sistem Kasta dalam masyarakat Hindu dalam konteks menghargai kaum agamawan, dilanggengkan dalam masyarakat Islam di Indonesia.

Bagaimana dengan kasta Ksatria (prajurit/ aparatur negara)? Kasta ini memiliki tempat yang terhormat dalam masyarakat Hindu pada masa yang lampau dan tetap lestari sampai sekarang. 

Menjadi tentara atau menjadi aparatur negara adalah impian banyak orang. Dulu, para orang tua sangat mengharapkan anaknya bisa menjadi prajurit kerajaan atau menjadi abdi dalem keraton. Kini, menjadi pegawai negeri adalah impian banyak orang. 

Menjadi tentara atau pegawai negeri adalah langkah yang aman untuk kesejahteraan di masa depan. Jika diberi kesempatan, hampir pasti setiap guru ingin menjadi guru pegawai negeri, dosen ingin menjadi dosen pegawai negeri, dokter ingin menjadi dokter yang pegawai negeri, pegawai ingin menjadi pegawai negeri.

Di Indonesia, pada masa Pemerintah Orde Baru menerapkan sistem "Dwi Fungsi ABRI" dimana setiap anggota ABRI berhak menduduki jabatan-jabatan strategis di bidang politik, ekonomi, budaya dan seluruh aspek kehidupan masyarakat tanpa harus melepas atributnya sebagai anggota militer. 

Sejauh ingatan saya, praktik Dwi Fungsi ABRI tidak mendapat penolakan yang luas di masyarakat pada umumnya. Mereka yang menolak Dwi Fungsi umumnya adalah kalangan intelektual yang belajar ilmu politik di Barat. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline