Lihat ke Halaman Asli

Model Simultan Penentuan Toleransi Komponen Produk Rakitan

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

M. Imron Mustajib

PENDAHULUAN

Ada beberapa dimensi strategi kompetitif bagi perusahaan manufaktur untuk memenangkan persaingan bisnis dalam lingkungan yang dinamis yaitu: kualitas, ongkos yang rendah, dan penyerahan order yang tepat waktu (delivery time) (Dangayach dan Deshmukh [3]; Hallgren dan Olhager [5]). Namun, permasalahan bagi perusahaan manufaktur adalah kriteria performansi ongkos, kualitas, dan delivery time tidak selalu konvergen, karena upaya untuk memenuhi kualitas sering kali berpengaruh pada kenaikan ongkos produksi dan penambahan lead time yang berdampak jadwal pengiriman (delivery time). Permasalahan tersebut memerlukan rekayasa kualitas (quality engineering) sebagai pengendalian kualitas off-line untuk mengoptimalkan rancangan (design) dengan kriteria performansi biaya dan kualitas, sehingga dapat dipilih alternatif proses manufaktur yang menghasilkan produk dalam batas-batas toleransi kualitas yang ditentukan dengan ongkos terendah. Rekayasa kualitas menggunakan robust design untuk memperbaiki kualitas produk dengan mereduksi efek variabilitas. Umum diketahui bahwa variansi sulit dan terlalu mahal untuk dihilangkan dalam proses manufaktur, maka pengendalian variansi melalui desain toleransi berfungsi membatasi variabilitas di sekitar target karakteristik kualitas produk yang menjadi functional requirements bagi konsumen. Penentuan toleransi merupakan isu kritis dalam tahap desain dan tahap manufaktur, dimana penentuan toleransi mempengaruhi desain produk dan desain proses karena toleransi adalah ”jembatan” antara product requirement dan ongkos manufaktur (Zhang [22]). Penentuan toleransi pada tahap desain lebih difokuskan pada upaya memenuhi persyaratan fungsional dengan nilai toleransi yang seketat mungkin, sehingga kurang mempertimbangkan kapabilitas proses manufaktur. Sedangkan pada tahap perencanaan proses lebih difokuskan pada kemudahan dalam melakukan proses manufaktur, sehingga pada tahap ini dikehendaki alokasi toleransi yang selonggar mungkin. Terdapat beberapa kekurangan yang ditimbulkan jika penentuan toleransi dilakukan secara sekuensial pada tahap desain produk dan tahap perencanaan proses, antara lain (Zhang [22]): (1) Tidak ada hubungan yang jelas antara toleransi produk dengan toleransi pemesinan; dimana perencana proses terbatas pada tinjauan komponen, sehingga tidak memiliki tinjauan produk setelah dirakit. (2) Menyita banyak waktu karena akan ada pekerjaan yang berulang karena proses recheck toleransi antara bagian perancang desain produk dan perencana proses. (3) Memperpanjang lead time.

Selain itu, penentuan toleransi secara sekuensial (konvensional) dapat menyebabkan beberapa masalah pada kerjasama, kesinambungan, dan konsistensi pada dua tahap yang terpisah (Huang et al. [7]). Akibatnya rework dan redesain tidak dapat dihindari. Dengan demikian, rentang toleransi yang ditetapkan akan menentukan besarnya ongkos rework (Irianto dan Rachmat [9]), sehingga total ongkos merupakan fungsi toleransi. Pernyataanpernyataan tersebut memperlihatkan kesamaan konsep bahwa penentuan toleransi tidak hanya berdampak pada performansi produk dan kemudahan proses, tetapi juga berdampak pada ongkos kualitas. Banyak pengembangan model matematik yang telah dilakukan dalam penelitian perencanaan proses sebagai upaya menentukan toleransi dan proses (pemesinan) untuk meminimumkan total ongkos manufaktur, di antaranya penelitian yang dilakukan oleh Singh et al. [18]. Penelitian yang bertujuan untuk menentukan toleransi desain dan toleransi proses secara simultan antara lain dilakukan oleh Peng et al. [14], Singh et al. [16, 17]. Dalam perkembangan penelitian penetapan toleransi selanjutnya, model minimisasi ongkos manufaktur saja dianggap belum merepresentasikan ongkos kerugian yang harus ditanggung oleh konsumen akibat variabilitas performansi produk yang diterima, sekaligus ongkos yang dikeluarkan produsen untuk mencapai performasi produk yang diminta konsumen. Upaya untuk menyeimbangkan ongkos kerugian karena variabilitas performansi produk yang diterima konsumen dan ongkos yang dikeluarkan oleh produsen untuk mencapai performansi produk adalah dengan mengakomodasi fungsi kerugian kualitas (quality loss function). Fungsi kerugian kualitas yang dikembangkan oleh Taguchi dalam Taguchi et al. [19] dapat digunakan oleh perencana proses untuk melakukan trade off ongkos manufaktur dan ongkos kerugian kualitas dalam perencanaan proses. Selanjutnya permasalahan pemilihan proses (mesin) maupun penentuan toleransi dapat dilakukan dengan meminimasi performansi total ongkos manufaktur dan ongkos kerugiankualitas. Model minimisasi total ongkos maufaktur dan ongkos kerugian kualitas untuk perencanaan proses ini kemudian sering disebut sebagai model perancangan proses (process design), dengan total ongkos produksi sebagai ukuran performansinya. Pengembangan model perancangan proses telah banyak dilakukan, diantaranya oleh Irianto dan Putri [8], Mustajib [12] serta Ye dan Salustry [21]. Sedangkan Mustajib dan Irianto [13] mengembangkan model yang terintegrasi untuk pemilihan proses dan perbaikan kualitas untuk memaksimasi profit pada system produksi multi tahap. Banyak pakar kualitas yang menyatakan bahwa sebagian besar permasalahan dan ongkos-ongkos yang dikeluarkan oleh perusahaan adalah terkait dengan kualitas produk disebabkan oleh kualitas dan variabilitas material yang dipasok oleh supplier untuk proses manufaktur (Feng et al. [4]). Berdasarkan permasalahan ini, Feng et al. [4] membangun model stochastic integer programming untuk penentuan toleransi dan supplier secara simultan menggunakan fungsi kerugian kualitas dan indek kapabilitas proses untuk meminimasi total ongkos produksi. Selanjutnya Irianto dan Rahmat [9] mengembangkan model pemilihan proses manufaktur dan supplier dalam lingkup jaringan manufaktur make-to-order (MTO) dan engineering-toorder (ETO) berdasarkan batasan toleransi dan jadwal pengiriman (delivery time). Sementara itu, Tseng dan Huang [20] menegaskan pentingnya penentuan toleransi dimensi komponen dan pabrik yang sesuai untuk melakukan proses manufaktur untuk setiap komponen produk rakitan dalam lingkup kolaborasi manufaktur. Meskipun demikian, penentuan toleransi optimal untuk setiap komponen dan pemilihan pabrik untuk melakukan proses manufaktur dalam model yang dibangun oleh Tseng dan Huang [20] masih dilakukan secara sekuensial dalam dua tahapan optimisasi dan tidak memperhatikan dua aspek, yaitu: kapabilitas proses dalam pabrik maupun batasan delivery time. Dua aspek tersebut perlu diperhatikan dalam kolaborasi manufaktur karena beberapa alasan penting. Pertama: Indeks kapabilitas proses menunjukkan kemampuan proses manufaktur untuk memenuhi toleransi yang diberikan. Kedua: Aspek delivery time, ongkos, dan kualitas merupakan dimensi strategi kompetitif bagi perusahaan manufaktur (Dangayach dan Deshmukh [3]; Halgren dan Olhager [5]). Secara spesifik kemampuan perusahaan manufaktur berbasis make-to-order (MTO) dalam memproduksi dengan ongkos rendah, kualitas yang sesuai dan penyerahan produk yang tepat waktu kepada pelanggan sering kali dapat memenangkan order dalam persaingan bisnis, karena menurut Cakravastia et al. [1] trade off ketiga dimensi tersebut dapat meminimasi tingkat total ketidakpuasan konsumen. Selanjutnya dengan mengembangkan kolaborasi, perusahaan manufaktur dapat meningkatkan tingkat keahlian (level of expertise) dan meminimasi risiko investasi (Samadhi dan Hoang [15]). Kemudahan melakukan kolaborasi dapat dicapai dengan adanya teknologi informasi dan teknologi proses manufaktur, dimana berbagai komponen dalam jaringan rantai pasok dapat dikendalikan secara elektronik melalui internet maupun intranet dan basis data yang saling terhubung (Choudhary et al. [2]). Dengan demikian, makalah ini bertujuan membahas pengembangan model optimisasi simultan penentuan toleransi dan pabrik untuk melakukan proses manufaktur komponen rakitan dengan memperhatikan batasan toleransi kualitas dan batasan delivery time untuk meminimasi total ongkos pada kolaborasi sistemmanufaktur berbasis pesanan (MTO). Pengembangan model simultan penentuan toleransi dan pabrik untuk melakukan proses manufaktur komponen rakitan dalam makalah ini dengan mengasumsikan: (1) Kolaborasi sistem manufaktur MTO menerapkan konsep JIT dan lean manufacturing.

(2) Total delivery lead time adalah manufacturing lead time, waktu transportasi dan waktu perakitan produk yang diperlukan untuk pemenuhan order. (3) Proses bervariasi mengikuti distribusi normal dengan rata-rata μdengan batas penyimpangan proses adalah 6σ. (4) Karakteristik kualitas menyimpang dari target desain secara simetris mengikuti fungsi kerugian kuadratik. Berbeda dengan model Tseng dan Huang [20] yang menggunakan pendekatan worst case criteria untuk penentuan toleransi, analisis toleransi dalam pengembangan model pada makalah ini menggunakan pendekatan statistik (root sum square criteria). Pendekatan statistik digunakan untuk melakukan estimasi terhadap akumulasi toleransi pada produk rakitan, yang didasarkan fakta bahwa probabilitas komponen berada pada titik ekstrem selang toleransi sangat rendah. Meskipun pendekatan statistik lebih komplek dalam perhitungan dibandingkan worst case criteria, tetapi dapat menghasilkan toleransi produk rakitan yang lebih ketat, toleransi komponen yang lebih longggar, dan ongkos produksi yang lebih rendah (Lin et al. [10]). Pendekatan statistik telah digunakan dalam penelitian Peng et al. [14] serta Ye dan Salustry [21]. Pembahasan selanjutnya dalam makalah ini disusun sebagai berikut. Pada bagian kedua akan dijelaskan metode penelitian, yang meliputi uraian deskripsi sistem yang dimodelkan serta notasi matematik yang digunakan. Kemudian pada bagian akhir metode penelitian ditunjukkan formulasi model matematik yang dikembangkan. Pada bagian ketiga dibahas hasil implemetasi model serta analisis yang didasarkan pada sebuah contoh numerik. Pada bagian keempat dalam makalah ini akan disimpulkan hasil pengembangan model serta saran untuk kelanjutan penelitian ini.

Metode Penelitian

Deskripsi Sistem

Suatu produk rakitan tersusun atas I komponen (Gambar 1), dimana setiap komponen ke-i dapat diproduksi dengan proses manufaktur yang tersedia pada beberapa alternatif pabrik, dari pabrik ke-j hingga pabrik ke-J. Setiap pabrik yang terlibat dalam kolaborasi ini memiliki karakteristik yang spesifik dalam ongkos manufaktur dan ongkos operasional kolaborasi yang meliputi: ongkos setup, ongkos material handling, ongkos operasi perakitan, ongkos operasi manual, dan ongkos transportasi. Selanjutnya untuk setiap alternatif pabrik ke-j yang memproduksi komponen rakitan ke-i menghasilkanvariansi kualitas dimensi komponen sebesar . Total variansi proses setiap komponen rakitan ke-I yang diproduksi pada pabrik ke-j harus lebih kecil atau sama dengan spesifikasi toleransi dimensi desain produk rakitan () atas sebuah order yang dipesan oleh konsumen. Dengan demikian persyaratan fungsional ini dapat dinyatakan dengan persamaan (1):

+ … ++. . . +(1)

Nilai variansi untuk komponen ke-i yang diproduksi pada pabrik ke-j ( ) pada persamaan (1) dapat diestimasi dengan indeks kapabilitas proses

Taguchi (Cpm):

(2)

dimana USL dan LSL adalah batas spesifikasi atas dan bawah, sedangkanmenunjukkan pergeseran rata-rata proses, terhadap target karakteristik kualitas, . Jika batas toleransi hanya diperhatikan pada satu sisi saja, maka persamaan (2) dapat disederhanakan untuk memperoleh hubungan variansi dan toleransi komponen ke-I yang diproduksi pada pabrik ke-j, dalam bentuk:

(3)

Sedangkan nilai karakteristik kualitas produk rakitan, Y dapat diestimasi dari karakteristik dimensi komponen ke-i sampai ke-I, X1, … , Xi, … , Xl.

Hubungan ini secara matematis dapat dinyatakan dengan persamaan (4):

(4)

Jika , …, , … , adalah rata-rata dimensi nominal yang berkaitan dengan dimensi komponen ke-i sampai ke-I, , … ,, … ,, maka pengembangan

ruas kanan persamaan (4) dalam deret Taylor di sekitar,, …, , … , , dengan mengabaikan suku tingkat yang lebih tinggi, diperoleh (Montgomery [11]):

(5)

Apabila sifat karakteristik kualitas produk adalah nominal is the best, maka persamaan (5) dapat dituliskan kembali menjadi persamaan (6):

(6)

Turunan parsialpada persamaan (6) menunjukkan sensitifitas karakteristik kualitas produk rakitan akhir, Y terhadap karakteristik kualitas komponen ke-i, . Selanjutnya perhitungan ongkos kerugian kualitas dapat dilakukan dengan pendekatan fungsi kerugian kuadratik Taguchi dan ditulis dengan persamaan(7):

L(Y) = ky(7)

Dengan(8)

adalah konstanta pengkonversi karakteristik teknik menjadi karakteristik ongkos, juga merupakan koefisien kerugian kualitas produk akhir yang diestimasi berdasarkan ongkos rework,yang diperlukan ketika karakteristik kualitas produk akhir Y menyimpang dari target namun masih dalam batas toleransi yang diterima konsumen, . Pada kondisi karakteristik kualitas nominal is the best dengan nilai ekspektasi kerugian kualitas dapat dituliskan sebagai berikut:

(9)

Variansi, pada persaamaan (9) mencerminkan tingkat presisi proses manufaktur, sedangkan bias, , mencerminkan akurasi pengukuran hasil proses manufaktur. Bias dapat reduksi untuk mengurangi kerugian kualitas dengan melakukan adjustment pada

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline