Perjalanan bersama Borobudur
Pada tahun 2005-2007 pada suatu kesempatan penulis menjadi editor serta kameramen terlibat dalam sebuah film dokumenter berjudul " Sang Buddha Bersemayam di Borobudur" , karya sutradara Marselli Sumarno dan film ini dinobatkan sebagai Film Dokumenter terbaik Festival Film Indonesia (FFI) 2007 di Pekanbaru Riau.
Perjalanan menelusuri Borobudur tidak berhenti sampai pada festival itu saja, seolah perjalanan itu terus mengalir dan membawa penulis keberbagai wilayah Buddhis, terlibat dalam upacara serta ritualnya di berbagai kota dan pulau bersama YM Bhante Dhammasubho Mahathera. Pada tahun 2017 di sebuah acara Borobudur Writer and Culturer yang diadakan di Borobudur terlibat dan semakin tertarik ketika dipaparkan oleh bapak Salim Lie tentang Relief Gandayuha,
Relief inti yang menceritakan Sudhana yang melakukan perjalanan mencari pengetahuan tinggi tentang kebenaran sejati. Sumber cerita ini berasal dari kitab Gandawyuha yang merupakan bagian dari kitab Buddha aliran Mahayana. Borobudur semakin membawa lebih dalam untuk diselami rahasia yang ada didalamnya. Semakin mempelajari cerita yang terpahat didalam panelnya, maka semakin mendapatkan pencerahan.
Berkah itu terus mengalir, penulis mendapatkan 5 buku dari Bhante Mitta Sugiri lima buku, buku itu karangan dari Bhiku Anandajoti yang menjelaskan tentang relief di Borobudur lengkap dengan gambar. Kelima buku tersebut adalah Karmavibhanga, Jataka, Avadana, Lalitawistara, Gandayuha.
Pada tahun 2019 kembali terlibat dengan Sound of Borobudur untuk mendokumentasikan 3 repertoar dalam sebuah klip. Nada dalam petikan dawai, tiupan seruling serta pukulan pada membran kendang kendi (dari gerabah) mengalun indah dalam sebuah repertoar. In sangat Unik dan sangat menarik dimana terdapat berbagai alat musik yang terpahatkan di relief seperti alat musik gesek, tiup, pukul dan petik. Kembali melihat musik dimasa silam membawa rasa keingintahuan untuk mempelajarinya.
Musik pada relief Karmavibhanga
Buku yang di tuliskan oleh Bhikku Anandajoti menjelaskan kembali kepada kita tentang sebuah cerita yang terkandung didalam panel relief Borobudur dilengkapi beberapa nilai yang menyertainya. Musik menjadi bagian dalam kebudayaan pada masa itu, hal ini nampak pada pahatan relief yang menggambarakan para pemusik dan alat instrumenya. Beberapa relif yang menggambarkan musik dapat kita lihat pada beberapa cerita Karmavibhanga, Jataka, Avadana, Lalitavistara. Sususan candi terbawah Candi Borobudur adalah Karmavibhanga, beberapa relief pemusik dan instrumenya terpahat dalam beberapa panel.
Dalam buku Karmavibhanga Bhikku Anandajoti menceritakan tentang mahluk yang suka mengejek dan meremehkan akan berakibat sama dengan perbuatanya. Lebih lanjut dituliskan, penghinaan kepada orang miskin pasti menjadi sebab yang dimaksud disini, yang cukup selaras dengan yang kita duga, beberapa pemusik jalanan tampil untuk pasangan yang anggun yang duduk di anjungan, dan menyodorkan mangkuk derma, tetapi tangan orang diturunkan menandakan bahwa ia tidak memberikan kepada mereka. Hal ini dapat menjadi akibat dikehidupan yang akan datang ia akan terlahir sebagai pemusik jalanan dan menderita penghinaan yang ia lakukan di kehidupan sebelumnya.
Pada relief ini diceritakan tentang sepuluh perbuatan membawa pada kelahiran ulang di surga indriawi. Lebih jauh dituliskan didalam buku Karmavibhanga telaah perbuatan dan akibatnya, Pohon dan para kinara kembali memberi petunjuk bahwa kelahiran ulang disalah satu surga indriawi dikiri, seseorang dengan lingkaran cahaya dikelilingi oleh selir dan para pelayan. Ia sekarang adalah dewa, berkat perbuatanbaiknya. Perhatikan pemusik surgawi memainkan kecapi besar.
Musik pada relief Jataka