Lihat ke Halaman Asli

Efektifkah Program Pendidikan Profesi Guru?

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 Tentang Pendidikan Profesi guru Prajabatan, LulusanS1 kependidikan dan S1/D4 nonkependidikan dapat memperoleh sertifikat pendidik professional. Berikut bunyi Pasal 1 ayat (2):

“Program Pendidikan Profesi Guru Prajabatan yang selanjutnya disebut program PPG adalah program pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan lulusan S1 Kependidikan dan S1/DIV Nonkependidikan yang memiliki bakat dan minat menjadi guru agar menguasai kompetensi guru secara utuh sesuai dengan standar nasional pendidikan sehingga dapat memperoleh sertifikat pendidik profesional pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.

Dengan adanya Peraturan Pemerintah tersebut berarti tidak hanya mahasiswa yang sedang menempuh program S1 Kependidikan saja yang dapat memiliki sertifikat guru professional, melainkan mahasiswa yang sedang menempuh program S1 Nonkependidikan juga dapat memperolehnya dengan mengikuti program Pendidikan Profesi Guru (PPG) tersebut. Sedangkan mahasiswa Kependidikan juga harus mengikuti program Pendidikan profesi Guru (PPG) untuk bias mendapatkan sertifikat guru. Terhitung mulai tahun 2013, lulusan S1 pendidikan harus mengikuti program Pendidikan Profesi Guru (PPG) agar dapat memperoleh sertifikat guru professional yang berjangka 1 tahun atau dua smester. Berbeda dengan tahun sebelumnya yang dikenal dengan PLGP (Pendidikan dan Latihan Profesi Guru) yang hanya menerima lulusan S1 pendidikan.

Sesuai pernyataan tersebut, tentu akan memunculkan masalah di dalam mahasiswa terutama mahasiswa yang sedang menenpuh program pendidikan (S1 Kependidikan). Selain menyita waktu yang lebih lama, juga akan membutuhkan biaya yang lebih banyak. Karena jika dibandingkan dengan PLPG tentu sangat jauh perbandingan waktu dan biaya yang dikeluarkan.

Dalam peraturan program Pendidikan Profesi Guru (PPG) dapat ditempuh melaului dua cara. Cara yang pertama adalah PPG Kolaboratif yang telah berlangsung selama 2 tahun. PPG prajabatan ini bertujuan untuk memenihi kebutuhan guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dalam berbagai program studi, seperti Mesin, sipil, Tata Boga, dan lainnya. Sedangkan cara yang kedua adalah melalui PPG SM-3T yang juga sudah 2 tahun diselenggarakan oleh LPTK. Sebelum PPG ini dilakukan, para sarjana pendidikan harus ikut berpartisipasi dalam bentukpengabdian pendidikan di daerah terpencil, terluar, dan terdepan (3T) selama satu tahun. Sehingga melalui PPG SM-3T dapat melahirkan pendidik yang profesiona terhadap profesi guru.

Dalam pasal 9 ayat (1) Permendikbud Nomor 87 tahun 2013 menyatakan bahwa “Struktur kurikulum program PPG berisi lokakarya pengembangan perangkat pembelajaran, latihan mengajar melalui pembelajaran mikro, pembelajaran pada teman sejawat, dan Program Pengalaman Lapangan (PPL), dan program pengayaan bidang studi dan/atau pedagogi”. Di mana semua isi kurikulum tersebut sudah dimuat dalam mata kuliah yang ditempuh oleh mahasiswa yang menempuh program S1 pendidikan. Dalam program S1 pendidikan juga diadakan yang namanya PPL. Dalam program tersebut biasa disebut Magang III, di mana mahasiswa terjun ke sekolah untuk mengajar siswa secara langsung. Dengan adanya mata kuliah microteaching atau Magang II sebelum dilakukan Magang III terlebih dahulu untuk melatih kematangan mahasiswa sebelum melakukan Magang III yang langsung berhadapan dengan peserta didik (siswa).

Dengan pertimbangan adanya program PPL dalam program S1 pendidikan, tentu lulusan mahasiswa S1 pendidikan sudah siap untuk terjun ke lapangan (sekolah) untuk mengajar tanpa adanya PPG yang menyita waktu dan biaya yang tidak sedikit. Keadaan seperti ini dirasa merugikan pihak lulusan S1 pendidikan.

Pendidikan Profesi Guru (PPG) selalu menjadi perbincangan bagi mahasiswa yang sedang menempuh program S1 pendidikan. Karena kebijakan pemerintah tersebut membuka jalan bagi mahasiswa nonkependidikan untuk menjadi pesaing sarjana kependidikan dalam seleksi guru professional. Mengingat masih banyak lulusan sarjana pendidikan yang belum mendapat pekerjaan. Di samping itu, mahasiswa program S1/DIV nonpendidikan juga pasti sudah mempunyai pandangan ke depan sesuai bidang yang ditempuh, tentunya selain menjadi guru.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline