Lihat ke Halaman Asli

Abdul Haris

TERVERIFIKASI

Menulis Untuk Berbagi

Kebijakan Baru Social Commerce, Mengulas Efektivitasnya Untuk UMKM

Diperbarui: 28 September 2023   08:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Nampaknya polemik TikTok Shop akan segera diakhiri. Rapat terbatas yang dipimpin presiden pada Senin (25/9) menyepakati pelarangan social commerce untuk aktivitas komersial. Larangan itu akan dituangkan dalam revisi Permendag No. Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (Permendag No. 31 Tahun 2023).

Social commerce merupakan pemanfaatan social media untuk aktivitas jual-beli barang, dari promosi hingga penyelesaian transaksi. Munculnya persoalan social commerce dipicu oleh maraknya jual-beli di TikTok Shop. Rendahnya harga yang ditawarkan pada platform tersebut diduga mengakibatkan sepinya perdagangan di Pasar Tanah Abang.

Pemerintah dalam siaran persnya menyebutkan perubahan Permendag ditujukan untuk melindungi UMKM melalui persaingan yang sehat (fair trade). Beberapa poin perubahan memang sudah terkait langsung dengan social commerce.

Larangan Bertransaksi di Social Commerce

Pemerintah akan melarang social commerce untuk berjualan atau bertransaksi. Fungsi social commerce hanya dibatasi untuk promosi sehingga dilarang melakukan proses pembayaran.

Model bisnis semacam itu sebagaimana diterapkan social media Facebook dan Instagram. Produk-produk yang ditawarkan melalui platform sebatas foto barang dan harga. Dalam hal pembeli berminat maka platform telah menyediakan kontak penjual atau link yang terhubung dengan website toko maupun platform e-commerce.

Saya berpandangan, larangan penyelesaian transaksi di platform social media atau social commerce belum berkorelasi langsung dengan pokok persoalan berupa pencegahan harga yang terlalu rendah (predator pricing). Larangan tersebut mungkin saja bertujuan untuk penyeragaman fungsi social media ataupun social commerce yang sebatas untuk interaksi sosial.            

Pemisahan Social Commerce dan E-Commerce

Pemerintah akan memisahkan social commerce dengan e-commerce. Dengan demikian, tidak diperbolehkan adanya platform social media dan e-commerce secara bersamaan. Alasan pemerintah mengeluakan ketentuan tersebut adalah mencegah penggunaan algorithma data social media untuk pengaturan iklan.

Pemerintah dalam hal ini sudah menunjukkan upaya perlindungan data agar tidak dimanfaatkan tanpa batas. Yang perlu ditelaah lebih lanjut adalah umumnya data di sosial media memang ditujukan untuk dimonetisasi (dikomersialkan). Bentuknya dapat berupa penggunaan data untuk iklan produk agar tepat sasaran calon konsumennya, sesuai algorhitma profil dan aktivitas di sosial media.

Pemisahan social media dengan e-commerce belum tentu memutus mata rantai penggunaan data lintas platform. Terutama jika pertukaran itu dilakukan oleh satu induk usaha. Misalnya, ByteDance yang merupakan perusahaan induk TikTok, melakukan tukar menukar data antara TikTok dengan TikTok Shop (jika dilakukan pemisahan platform).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline