Lihat ke Halaman Asli

Abdul Haris

TERVERIFIKASI

Menulis Untuk Berbagi

Bagasi Berbayar Mengakibatkan UMKM Oleh-oleh Sepi

Diperbarui: 5 Februari 2019   22:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

http://alinea.mmtc.ac.id

Kebijakan Lion Air yang menerapkan bagasi berbayar sejak 22 Januari lalu masih menjadi perbincangan hangat. Masyarakat tampak masih keberatan.

Wajar, jika kebijakan bagasi ini meresahkan masyarakat pengguna jasa penerbangan. Pertama, maskapai yang menerapkannya adalah maskapai yang termasuk bertarif murah atau low cost carrier. 

Kedua, karena bertarif murah maka menjadi pilihan utama umumnya masyarakat, bahkan sebagian diantara mereka sudah tergantung dengan maskapai ini karena menyediakan rute ke berbagai pelosok Indonesia. 

Ketiga, pangsa pasarnya yang besar melalui penguasaan konsumen, layanan rute yang menggurita, disertai jumlah unit pesawat yang banyak mendekatkannya pada kemampuan memonopoli pasar. 

Terakhir, keresahan masyarakat makin lengkap ketika tarif pesawat melonjak beberapa waktu terakhir ini (sudah tiket mahal bagasinya bayar). Hal itu dapat dilihat juga pada data Badan Pusat Statistik yang mencatatkan tiket pesawat sebagai penyumbang inflasi utama.

Sebenarnya, alasan maskapai mengenakan biaya bagasi sudah dapat diduga, yakni untuk keamanan dan kecepatan layanan sehingga mengurangi terjadinya delay (pas banget untuk Lion Air). Jika memang terbukti maka hal itu patut diapresiasi. Sayangnya, janji kualitas layanan itu sepertinya belum tampak. Penerbangan telat sejak penerapan bagasi 0 kg masih banyak terjadi (kecuali alasan cuaca buruk, masih bisa dimaafkan).  

Dari aspek regulasi, pemerintah hingga saat ini memandang belum ada pelanggaran terhadap terkait pengenaan tarif ini. Alhasil dari berita yang beredar, maskapai murah lain, diantaranya Citilink, makin percaya diri untuk menyusul jejak kebijakan kompetitornya itu.

Dampak Yang Meluas

Hal yang sepertinya luput dari perhatian selain makin mahalnya menggunakan jasa penerbangan yaitu mulai tampak sepinya pembeli di berbagai UMKM oleh-oleh. Para pembeli tentunya mulai berhitung biaya bagasi yang harus dia bayar, yang bisa jadi lebih mahal dari oleh-oleh yang dia bawa.

Saya langsung melompat ke isu ini karena patut diakui bahwa penerbangan adalah salah satu penggerak ekonomi bangsa. Peralihan barang yang didagangkan dari satu tempat ke tempat lain difasilitasi oleh sarana penerbangan.

Maskapai dan pemerintah sepertinya mengesampingkan efek domino dari tarif bagasi ini. Jika dipaksa memaklumi, kitapun mungkin bisa berhitung secara kasar, nilai finansial dari penggerak ekonomi mikro (UMKM) ini tentunya tidak sebanding dengan perputaran uang bisnis penerbangan yang jauh lebih besar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline