Lihat ke Halaman Asli

Abdul Haris

TERVERIFIKASI

Menulis Untuk Berbagi

Cryptocurrency Bobol Lagi, Bagaimana Peluangnya ke Depan?

Diperbarui: 19 Juni 2018   11:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

newsbtc.com

Pembobolan cryptocurrency terjadi lagi. Coinrail, bursa (exchange) mata uang digital asal Korea Selatan kali ini menjadi korbannya. Berita itu berawal dari akun Coinrail sendiri di Twitter 10 Juni lalu.

Belum ada keterangan resmi total kerugian yang dialami, Coinrail sebatas mengklaim 30 persen koin yang diperdagankannya telah dicuri oleh cyberthief. Media lokal Yonhap memperkirakan kerugian atas kejadian itu mencapai 27,8 juta euro atau sekitar 32,8 juta dollar.

Imbas dari kejadian itu adalah kembali turunnya nilai berbagai cryptocurrency seperti Bitcoin dan Ethereum. CNN Money mewartakan nilai Bitcoin turun 7 persen dan hampir 30 milliar dollar kapitalisasi pasar cryptocurrency anjlok hanya dalam 7 jam perdagangan pasca pemberitaan itu.

Pencurian semacam ini merupakan kejadian kesekian kalinya. Awal tahun ini, hackers berhasil membobol bursa asal Jepang, Coincheck, yang  mengakibatkan lenyapkan cryptocurrency senilai 530 juta dollar. Angka itu mencatatkan rekor tertinggi sepanjang sejarah kerugian pada bursa mata uang digital. Tahun 2014, bursa dari negara yang sama, Mt. Gox, mengalami kerugian yang tidak kalah fantastis yakni sekitar 480 juta dollar (valuasi pada tahun itu). Bursa dimaksud akhirnya mengalami kepailitan.

Investasi Risiko Tinggi

Kejadian yang menimpa beberapa bursa Cryptocurrency menunjukkan tingginya risiko investasi ini. Sementara pihak mengatakan investasi tersebut sangat menggiurkan. Bagaimana tidak? Ambil contoh salah satu cryptocurrency, Bitcoin, sempat mengalami lonjakan nilai hingga 1.000 persen selama tahun 2017.

Di sisi lain, banyak pula pihak yang meragukan keberadaan cryptocurrency. Ada beberapa hal yang mendasarinya.

Pertama, aktivitas transaksi cryptocurrency dilakukan secara desentralisasi alias tidak melalui otoritas tertentu. Bandingkan dengan fiat currency atau uang yang dicetak negara, cryptocurrency tidak dikeluarkan oleh suatu negara. Perolehannya dilakukan melalui proses yang disebut minning. Aktivitas transaksinya dilakukan antar pengguna yang telah terdaftar di bursa. Karena desentralisasi maka tidak ada aturan resmi proses transaksi di bursa tersebut.

Kedua, tidak ada perlindungan bagi pengguna cryptocurrency. Kondisi itu tidak terlepas dari proses bisnis cryptocurrency yang desentralisasi sehingga tidak ada otoritas resmi dari negara. Dalam hal terjadi permasalahan, seperti pembobolan oleh hacker, pemilik cryptocurrency sebatas melakukan penuntutan kepada pihak bursa. Negara tidak memberikan perlindungan kepada mereka.

Ketiga, aktivitas cryptocurrency dilakukan secara pseudonymus atau tanpa identitas. Para pengguna cryptocurrency tidak mengenal atau dikenal satu dengan yang lain. Identitas yang muncul adalah semacam kode tertentu. Berbeda dengan aktivitas keuangan umumnya, seperti perbankan, yang memunculkan identitas nama pemilik akun, alamat, dll. Dengan demikuan, sulit untuk mengenal sosok sebenarnya pemilik cryptocurrency.

Keempat, cryptocurrency dimanfaatkan pihak tertentu untuk melakukan kejahatan, seperti pemerasan dan pencucian uang. Sebagai contoh, penyebar virus ransomware beberapa waktu lalu menuntut tebusan dalam bentuk Bitcoin. Hal serupa juga pernah dilakukan pelaku teror bom Alam Sutra. Muncul pula dugaan pendanaan teroris ISIS berasal dari cryptocurrency. Tindakan itu tidak terlepas dari karakter cryptocurrency yang tanpa identitas sehingga pergerakannya sulit dilacak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline