Kembalian kok masih menggunakan permen? Menarik sekali artikel dari Pak Adi Assegaf "Ternyata Masih Ada Kembalian Uang Belanja Dengan Permen". Saya akan coba melengkapi tulisan tersebut dari aspek aturannya dan pendekatan sosial.
Ketentuan mengenai uang secara spesifik berdasarkan pada UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang (UU Mata Uang). UU ini secara umum mengatur mengenai penggunaan mata uang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yaitu Rupiah.
Mengenai pengembalian dengan permen, kita dapat menduga permen ini sebagai pengganti uang rupiah dan menganalogikan nilainya mendekati uang rupiah yang semestinya diterima pembeli. Dari sudut pandang UU Mata Uang, kita perlu merujuk pada Pasal 21 mengenai penggunaan rupiah. Pasal itu mengatur bahwa rupiah wajib digunakan dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang, dan/ atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di NKRI.
Sudah jelas, pasal tersebut mewajibkan seluruh transaksi pembayaran di Indonesia menggunakan uang rupiah. Penekanan kata "wajib" di pasal ini tentu mempunyai konsekuensi sanksi bagi pelanggarnya. Pasal 33 menyebutkan bahwa sanksi pelanggaran dimaksud yaitu pidana kurungan selama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200 juta.
Untuk itu, apabila pembeli melakukan transaksi pembayaran dengan rupiah dan penjual memberikan kembalian dalam bentuk selain rupiah, misalnya permen, maka penjual telah melanggar UU Mata Uang. Lain cerita ya kalau pembeli bayarnya juga pakai permen, ya itu berarti barter.
Namun, penyelesaian pengembalian menggunakan permen tidak serta merta harus menerapkan UU Mata Uang, bisa jadi kita membunuh nyamuk dengan bom. Jika itu terjadi di warung kecil atau pedagang emperan mungkin cukup kita tegur.
Tapi, apabila terjadi di supermarket atau retail modern, menurut saya hal itu sangat keterlaluan. Penjual menunjukkan ketidak profesionallannya, tidak siap dengan uang kembalian, dan pasti malas untuk menyiapkan uang receh atau pecahan kecil.
Di luar masalah hukum, meskipun sesuatu yang sangat sederhana, kembalian permen yang nilainya tidak seberapa, perilaku ini dapat mengurangi kenayamanan pembeli. Dongkol sudah pasti karena umumnya kasir menyodorkan begitu saja tanpa permintaan maaf atau penjelasan apapun. Untuk itulah, ada beberapa hal simpel untuk mengatasi permasahan kembalian ini, yakni
- Kasir harus memastikan uang receh atau pecahan kecil sudah tersedia sejak awal toko buka.
- Jika tidak tersedia uang pecahan kecil, penjual dapat menukarkannya di tempat penukaran resmi yaitu bank, Bank Indonesia (BI), atau pihak lain yang ditunjuk. UU Mata Uang sudah mengatur layanan tersebut pada pasal 22.
- Terakhir, masyarakat dapat menegur penjual atau kasir yang masih melakukan praktik pengembalian permen ini.
Kepedulian kita terhadap hal ini sekaligus merupakan bentuk kepedulian kita menghormati dan menghargai uang rupiah sebagai identitas bangsa kita.
Semoga Bermanfaat...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H