Lihat ke Halaman Asli

Haris Fauzi

Pembelajar

"Nalar Kota" Para Penduduk Desa

Diperbarui: 15 April 2019   11:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nalar Kota ~ Sumber gambar: Instagram Komikazer

Tidak hanya bagi penduduk desa, layanan internet dan televisi kabel menjadi hal yang tidak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat di pedesaan. 

Kedua item tadi hadir seperti teman dekat dan tetangga yang bertempat tinggal berdampingan. Keduanya memberikan waktu lapang ketika kita ingin menghabiskan waktu luang. 

Televisi dan internet menyelinap masuk ke dalam bilik-bilik paling intens, menbarkan bujuk rayu sehingga secara sedikit demi sedikit mengubah nalar penduduk desa yang bersahaja menjadi serupa dengan nalar penduduk kota.

Dulu baik secara geografis maupun sosiologis, desa dan kota memiliki karakter yang jauh berbeda. Keseharian sebagai petani membuat penduduk desa berusaha  keras menjaga harmoni dengan alam. 

Mereka berusaha menjaga hubungan emosional dengan lingkungan sekitar, bukan hanya karena ketergantungan mereka dengan sektor pertanian, melainkan karena relasi spiritual. 

Relasi sosial masyarakat pedesaan identik dengan watak guyub. Keguyuban dianggap ampuh untuk menghadapi berbagai persoalan sehingga perlu dibangun san dipelihara. 

Relasi antar individu tidak semata-mata diatur oleh pranata sosial, melainkan kesadaran ektensialis individu. Anggapan bahwa manusia paling mulia adalah manusia yang memberi manfaat bagi liyan masih begitu mengakar.

Karakteristik tersebut tentu berbeda dengan masyarakat kota yang telah lama menjadi lahan basah perebutan kekuatan ekonomi. Masing-masing individu menempatkan diri sebagai kompetitor bagi individu lain sehingga relasi kian kentara. Akan tetapi, belakangn ini stereotip tersebut kian terkikis. 

Karakter sosial masyarakat desa dan kota menjadi sulit dibedakan. Terkecuali beberapa desa adat yang telah memiliki hukum-hukum adat yang diikuti. Penduduk desa kini telah mengikuti tren berpikir masyarakat kota yang logikanya berorientasi untung rugi dan memuliakan tradisi kalkulasi. 

Tren itu menjadi motor penggerak aktivitas penduduk, walaupun secara geografis masih dalam kategori desa, namun ia digerakkan dengan nalar kota.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline