Kelompok Islam garis keras secara tidak langsung mengakui kemutlakan atas dirinya sendiri. Menganggap kebenaran hanya menjadi milik kelompoknya, sedangkan kelompok lain dianggap salah.
Munculnya dunia digital beserta platformnya telah mengubah segala aspek kehidupan manusia, termasuk dalam kehidupan beragama. Masyarakat tidak lagi menggali ilmu agama dari kyai maupun tokoh agama lainnya. Mereka dapat mengaksesnya melalui ustad online 4.0
Penggunaan internet oleh masyarakat dalam kehidupan beragama akan menjadi bentuk dominan, dibandingkan konten lainnya. Mereka menggunakan internet bertujuan mencari informasi keagamaan. Aktivitas keagamaan yang sering mereka lakukan di antaranya saling bertukar surel berisi pesan-pesan keagamaan, bertukar meme ucapan hari besar agama, dan membaca berita tentang permasalahan agama.
Fenomena semacam ini dapat diartikan sebagai suatu kondisi ketika terdapat hubungan signifikan antara agama dan internet. Keduanya saling berinteraksi, baik sebagai media untuk mencari ilmu agama maupun sebagai ruang mengekspresikan kehidupan beragama.
Inti dan hikmah dari ajaran agama menjadi pertaruhan dalam kasus ini. satu sisi peran dan fungsi agama bisa saja memiliki jangkauan yang lebih luas, jika substansinya berhasil dipertahankan. Di sisi lain, agama hanya akan menjadi sebatas platform dan cangkang kosong tak berisi apabila substansinya semakin menghilang.
Kondisi inilah yang saat ini terjadi di Indonesia, kelompok Islam garis keras yang memaknai Islam secara ekslusif mulai mengancam kedaulatan negara Indonesia ini. Munculnya situs Islam garis keras yang anti Pancasila menjadi tantangan tersendiri bagi keharmonisan masyarakat Indonesia. Pasalnya situs-situs tersebut mengajarkan kehidupan beragama yang tertutup. Mereka tidak hanya mengklaim melainkan juga memonopoli kebenaran dan keselamatan agama Islam versi mereka. Akibatnya, muncul generasi muslim tempramental, bahkan tak segan berujung pada perundungan dan persekusi.
Cak Nur melalui ide teologi inklusif dimana siikap bertuhan yang diimplementasikan secara terbuka bisa men-counter paham tersebut. Sikap keterbukaan ini mencakup segala aspek kehidupan, termasuk dalam menyikapi perbedaan di antara hamba Tuhan. Bermula dari pribadi seperti ini, muncul sikap saling menghargai dan menghormati sesama manusia antarumat beragama atau yang kita kenal dengan ukhuwah basyariyyah. Di lain sisi akan memunculkan sikap kritis terhadap dirinya sendiri yang sangat penting untuk kemajuan diri sebuah komunitas.
Keterbukaan diri dalam bersikap merupakan konsekuensi logis dari keimanan seorang muslim yang harus melaksanakan kesaksian tauhid, mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah. Artinya, seorang muslim meyakini semua sifat yang melekat pada Tuhan, tidak bisa dimiliki oleh dzat selain tuhan itu sendiri. Semua mahluk, hanyalah bersifat sementara.
Namun kita tidak bisa memungkiri bahwa ada muslim yang bersifat tertutup seperti halnya kelompok Islam garis keras, secara tidak langsung mengakui kemutlakan atas dirinya sendiri. Menganggap kebenaran hanya menjadi milik kelompoknya, sedangkan kelompok lain dianggap salah adalah sebuah sikap yang menuhankan diri sendiri Selepas mengucapkan syahadat tauhid, seorang muslim seharusnya memiliki sikap tunduk dan pasrah kepada dzat yang Maha Mutlak.
Islam tidak hanya dipahami secara legal formal dimana menganggap hanya agama yang dibawa Muhammad, melainkan sebagai suatu sikap pasrah kepada Tuhan. Cak Nur dalam berbagai kesempatan berulang kali menyampaikan, kita harus tegas memisahkan antara Islam sebagai agama dan Islam sebagai lembaga. Baginya lembaga keagamaan sama sekali tidak ada yang sakral, kesakralan hanya patut disematkan kepada Tuhan.