Lihat ke Halaman Asli

Haris Fauzi

Pembelajar

Agama Prasmanan

Diperbarui: 5 Januari 2019   16:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: Instagram SadButNightKlub.

Ajaran agama itu mudah, namun jangan ada iktikad mempermudah. 

Ibarat dalam resepsi pernikahan mengambil hal-hal yang enak tanpa memperdulikan koridor syara yang disepakati. Patut kita tahu bersama bahwa mudahnya agama tidak berarti menghilangkan keterikatan hukum yang telah ada, ia mengikat untuk menciptakan tatanan yang harmonis dan ideal. Mudahnya agama harusnya tidak memiliki unsur merendahkan nilai-nilai dasar keagamaan. 

Dalam diri setiap orang beragama menyimpan titik kecil dalam dirinya perasaan bahwa agamanya paling baik dan benar. Apakah yang demikian lantas dibilang salah? Sejujurnya bagiku itu tidak. 

Pengakuan bahwa agama yang kita anut adalah yang paling baik dan benar adalah manifestasi dari rasa kebanggaan diri dan kecintaan kita atas apa yang kita yakini dan anut. Hal yang sering permasalahan adalah menjadi salah adalah ketika pengakuan itu kita gunakan untuk menjustifikasi agama dan cara beragama orang lain. Pandangan yang memberikan jarak dan mengkotak-kotakkan manusia dalam sekat agama yang berbeda. 

Ketika kita melihat realitas keagamaan kita kini, tentu akan menemukan kelompok yang bersikeras bahwa agama adalah ego. Beragama, baginya adalah menjadikan manusia merasa paling superior atas yang lain. Agama adalah tempurung yang memenjarakan akal dari nilai-nilai perdamaian dan kesetaraan dalam kemanusiaan. Pemahaman agama yang rigid telah merenggut jutaan nyawa manusia atas nama pembelaan terhadap Agama dan Tuhannya. 

Pemahaman agama menggaransi perilaku dan tindakan radikal dengan balasan surga yang konon bonus pesta seks di dalamnya. Pemahaman agama yang membenarkan kekerasan, dimana menyebut teroris sebagai martir dan lebih dari itu, melukai harga diri kemanusiaan. Demikianlah jika pemahaman yang overdosis melegalkan perilaku yang destruktif, begitulah gambaran sesuatu yang profan berubah menjadi entitas yang jahat dan naif. 

Namun ketika melihat sisi yang lain, sebagian kelompok mengatakan bahwa agama mereka adalah kemanusiaan. Mereka tidak memercayai sebuah institusi agama apapun karena mereka hanya membuat kita yang bersaudara ini terkotak-kotak dan terus berkonflik. Kekecewaan terhadap entitas agama membuat banyak orang kehilangan kepercayaan terhadap agama itu sendiri. 

Terlebih dalam dunia yang sudah masuk dalam fase revolusi industri generasi keempat dimana segala sesuatu yang berhubungan serba digital ini, rasa kebencian begitu mudahnya disebar dan dibagikan. Hanya bermodal telepon genggam, kuota internet, dan jari yang mau bekerja, api permusuhan bisa dengan mudah menyala dengan hebat, kabar berita bohong menjadi asupan otak setiap waktunya. Jika sedikit membuka akal dan nurani kita, bukan agama yang menjadi motor penggerak propaganda persmusuhan dan perpecahan di tubuh sebuah negara, Agama terlalu suci untuk menodai sebuah ikatan kemanusiaan. 

Namun permasalahannya, sebagian dari kita menutup diri atau sengaja menutup diri bahwa konflik politik, ketidaksejahteraan sosial, dan kepentingan hidup manusia seringkali memakai dan meminjam agama untuk menjadi sumbun pemantikya. Memang agama itu sumbu paling ampuh untuk mengobarkan api kebencian, dan sebagai sumbu, ia tidak bisa menyala tanpa ada percik api yang membakarnya. 

Agama selayaknya menjadi jalan hidup seorang hamba. Apa jadinya jalan tersebut, baik atau tidaknya, terjal atau mulusnya, adalah umat beragama yang melakukan dan mendefinisikannya sendiri. Stigma negatif Islam adalah agama teroris, suka memfitnah dan menuding kafir, mudah tersulut berita bohong banyak menimbulkan pertanyaan singkat Apa yang salah dengan keberislam kita?. Tentu bagi Muslim sejati hal ini sangat menyakitkan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline