Dalam sejarahnya Al-Quran turun dalam bentuk yang utuh dan murni dengan menggunakan bahasa Arab dan penjelasan yang masih bersifat umum. Sehingga ketika Al-Quran ini menyebar luas dan Nabi Muhammad wafat maka para penafsir Al-Quran pun bermunculan untuk memberikan penjelasan secara ilmiah, logis dan runtut bersama sejarahnya.
Dalam hal Al-Quran, para sahabat Nabi sekalipun, yang secara umum menyaksikan turunnya wahyu, mengetahui konteksnya, serta memahami secara alamiah struktur bahasa dan arti kosakatanya, tidak jarang berbeda pendapat, atau bahkan keliru dalam pemahaman mereka tentang maksud firman-firman Allah yang mereka dengan atau mereka baca itu
Semua karya tafsir yang pernah dihasilkan ini merupakan karya tafsir yang menjadi bahan rujukan ummat Islam khususnya di Indonesia yang mampu memberikan titik terang tentang isi kandungan Al-Quran. Sehingga rasa ingin tahu masyarakat tentang karya tafsir ini pun semakin berkembang sebagai upaya untuk menambah keilmuan khususnya tentang Al-Quran.
Muhammad bin Sulaiman: Begawan Tafsir Asal Solo di Abad Milenium
Salah satu karya tafsir yang ada di Nusantara adalah Kitab Tafsir Jami Al-Bayan Min Khulasat Suwar Al-Quran Al-Adzim Karya Muhammad bin Sulaiman bin Zakariya Laweyan Solo. Muhammad bin Sulaiman terlahir di Solo pada 14 syawwal 1329 H. Pada waktu kecil sering dipanggil Muhammad Tholhah.
Ia diajar lansung oleh bapaknya sendiri tentang mengaji Al-Quran, Muhammad ketika berusia 16 tahun diajak bapaknya berangkat ke Tanah Suci pada tahun 1345 H. Mereka sempat bermukim kurang lebih dua tahun di Makkah, ketika disana Muhammad kecil menghafal Al-Quran sampai surat an-Nisa. Pada tahun 1347, Muhammad atas perintah bapaknya pergi menimba ilmu di Pondok Pesantren Tremas yang waktu diasuh oleh Syaikh Dimyathi bin Abdullah Tremas dan mampu menyelesaikan hafalannya selama dua tahun.
Kemudian di tahun 1348 H meneruskan khataman tabarruk bil ghoib di Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta dengan Syaikh Munawwir bin Abdillah Rasyad. Iapada tahun yang sama telah mendapatkan ijazah hafalan dari dua pengasuh pondok pesantren.
Ia pernah merasakan aroma di Pondok Pesantren Jombang dan mengikuti kajian Kitab Shahihain dari Syekh Hasyim Asyari pada tahun 1351 H. Kemudian Iaberangkat menunaikan ibadah haji yang kedua kalinya pada tahun 1352 H. Ketika di Tanah Suci Makkah, Muhammad juga bertemu dengan Mufti Maliki Syaikh Muhammad Ali bin Husain al-Maliki dan meriwayatkan beberapa hadis al-musalsal bil-awwaliyah dari syaikh tersebut. Kemudian Muhammad berangkat menuju Madinah dan bertemu dengan Mufti al-Madinah yang ahli dalam bidang hadis dan syaikh Ibrahim bin Abdul Qadir Barri al-Madani.
Lalu pada tahun 1353 H, Muhammad berjumpa dengan Sayyid Muhsin bin Abdullah Assegaf, ahli sufi di Solo. Iamengaji Al-Quran kepadanya satu khataman dan meriwayatkan darinya beberapa hadis musalsal bil-awwaliyah, hadis musalsal bil-mushafahah, dan hadis musalsal bil-musyabakah.
Pada tahun 1357 H, Muhammad mempersunting Hj. Saudah, putri dari Ahmad Shafawi Pendiri Pondok Pesantren Al Muayyad Solo dari istri yang pertama. Pernikahan beliau ini dikaruniai 7 orang anak, 1 orang pria dan 6 perempuan.