Lihat ke Halaman Asli

Haris Fauzi

Pembelajar

Pusaran Politik Identitas dan Moderasi

Diperbarui: 6 Desember 2018   17:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari kanan KH Musthofa Bisri, KH Mainoen Zubair, dan Habib Luthfi. || Sumber gambar: Instagram Simbah Kakung.

Moderasi keberagamaan baru-baru ini menjadi isu sentral pasca pilkada DKI jakarta yang berdarah-darah dan menguras emosi keberagamaan secara nasional. 

Kita dipertontonkan kasus demi kasus, demo yang berjilid-jilid untuk memenjarakan salah satu paslon. Bagaimana kerasnya pengaruh politik praktis dalam menentukan surga neraka umat. Begitu kentalnya warisan ideologis keumatan mempengaruhi cara pandang yang meremehkan liyan, sebagaimana yang tercermin dalam pola kehidupan. Mayoritas masyarakat beragama yang meyakini bahwa agama yang dipeluk adalah yang paling benar dan yang lain harus disingkirkan. Ironisnya alasan seperti ini diamini oleh paradigma dan teologis mereka.

Selain kekakuan dalam beragama, diskursus tentang moderasi tidak pernah membumi dan menyentuh ke akar rumput. Kita tentu menyadari, pemikiran sebrilian ini hanya berkutat dalam ranah akademik dan elit agama, dan tidak akan pernah sampai dalam masyarakat bawah. Ketika mereka masyaa`rkat bawah ditanya, kebutuhan dapur akan lebih dominan daripada mengurusi pentingnya dan dampak dari sebuah gerakan moderasi.

Menghilangkan Sekat Identitas Diri

Indonesia adalah sebuah negara yang multibudaya dan agama, fondasi negara akan tetap kokoh jika warganya menyadari hakikat kebninnekaan. Namun akan hancur jika memaksakan sebuah ketunggalan. Singkatnya semakin kita bermoderasi dalam pikir dan tindakan, maka semakin kokoh kita bersatu. Persatuan kokoh dari sebuah masyarakat yang majemuk, harus dibangun atas ikatan persaudaraan yang mendalam. 

Namun semenjak pemilihan presiden tahun 2014, kita tentu menyadari masyarakat Indonesia digiring dan terpolarisasi menjadi dua kubu yang saling fitnah menfitnah, saling tuduh menuduh, dan merebaknya berita bohong yang menghancurkan kewarasan bernegera dan beragama kita.

Tahun silih berganti, namun sekat politik-sosial kian lebar dan diperlebar untuk mengeruk dukungan publik terhadap salah satu pasangan calon. Ironisnya isu suku ras dan agama juga dimainkan oleh para buzzer politik mereka, menggiring opini masyarakat untuk mempersekusi dan mendukung kelompok pujaan mereka. 

Contohnya dengan mempolitisasi simbol-simbol keagamaan, mencampuradukkan emosi masyarakat. Semua diatas menjadi bukti bahwa negara dan masyarakat sedang sakit dan harus disembuhkan dengan cepat dan tepat, agar tidak muncul riak konflik horisontal yang merugikan Indonesia sendiri. Gerakan Moderasi perlu digagaskan dan diaplikasikan kembali dalam tataran masyarakat dari bawah sampai elit. Moderasi yang mendewasakan dan menyadarkan kewarasan berpikir, agar kemajuan dan perubahan positif bisa diraih bersama.

Secara bahasa moderasi adalah pengurangan kekerasan dan penghindaran keekstreman. Ada dua tema besar yang dibahas dalam sebuah kata moderasi, ia berupaya untuk mengurangi tindakan anarkisme yang destruktif dan sebuah usaha untuk meminimalisir kecondongan kanan maupun kiri. Memang tidak mudah, mengkonsepsikan secara tuntas sebuah ajaran agama terlebih untuk mentengahkan segala unsur yang membangunnya.

Berkaca Dari Teks Keagamaan Menuju Ruang Dialog

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline