Saat kita menonton saluran televisi kita hari ini, berbagai narasi-narasi sampah yang akan muncul dalam tayangan infotainment.
Jikalau kita sedikit mencermati sedikit saja, perkataan yang keluar dari lidah para host banyak rangkaian kata yang penuh ambiguitas. Kalimat yang begitu berbahaya menggiring opini publik dan sangat rancu ketika mengawali tayangan kehidupan para seleb.
Ambil kasus saja Nagita Slavina ketika dari melamar, mengandung, melahirkan sampai punya anak pun, televisi penuh semangat mengais remah tamah dari berbagai sumber, kepada keluarga atau sahabat- mereka para seleb.
Dulu, ketika dewan pers menyusun bebarapa rangkaian kata yang berkata, Wartawan Indonesia menghormati privasi narasumber, kecuali jika menyangkut kepentingan publik yang lebih besar.
Perdebatan pelik terjadi, ada dua kutub yang saling berbeda, apa itu privasi? Apa yang dimaksud dari kepentingan publik yang lebih besar?
Forum akhirnya memutuskan bahwa privasi adalah informasi yang menyangkut keluarga dan data diri lain yang menjadi milik seorang.
Sementara, di lain sisi, saat membincang apa itu kepentingan yang lebih besar, kemudian ada silang pendapat yang muncul.
Apakah kehidupan seleb juga termasuk dalam kepentingan publik atau tidak. Bukankah kepentingan publik itu urusannya berkaitan dengan para petinggi pemerintahan. Lalu kenapa seleb harus disamaratakan dengan kriteria dengan para petinggi tersebut.
Pihak yang mendukung bahwa kehidupan seleb menjadi bagian dari kepentingan publik berargumen bukankah mereka menjadi seleb karena publik telah membeli produk yang telah dihasilkan dan dipasarkan.
Sedangkan pihak yang tidak setuju bahwa itu bukan publik, melainkan pasar konsumen, tentu ini berbeda dengan apa yang didefinisikan dari sebuah publik.