Lihat ke Halaman Asli

Haris Fauzi

Pembelajar

Sulitnya Menertawakan Diri Sendiri

Diperbarui: 23 September 2018   18:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Putusan MA memperbolehkan napi mantan korupsi bisa maju dalam pemilihan legislatif, hal ini tentunya menciderai nilai demokrasi itu sendiri. || Sumber gambar : Twitter Pinter Politik

Rupanya dari dulu, orang bisa tertawa menertawakan siapa saja, karena kelucuan ada dimana mana, karena orang yang pintar bisa berbuat tolol, penguasa bisa berbuat dzalim, wakil rakyat bisa jauh dengan rakyat, hakim bisa ngawur terhadap hukum, orang yang intelek bisa sangat bodoh, sang ustadz bisa mata duitan, dan seterusnya. Dan tentiu semua itu menggelikan dan terlalu konyol.

Namun lucu belum tentu lucu, sesuatu yang lucu menurut anda belum tentu lucu menurut sahabat anda, lucu bagi yang tertawa belum tentu lucu bagi yang ditertawai, karena rasa humor seseorang tentu berbeda. 

Misalnya sangat muak dengan tingkah wakil rakyat yang tidak bermoral, namun ada juga yang tertawa terpingkal dengan ulah mereka itu. Keanehan mereka dipandang dinilai lebih lucu daripada ulah komedian.

Banyak orang kampung yang menertawakan ulah orang kota, sebaliknya banyak orang kota yang menertawakan keluguan orang desa. Begitulah menertawakan orang lain begitu mudah dan bisa dilakukan siapa saja, yang begitu sulit dan jarang sekali menertawakan diri sendiri  

Indonesia, Negeri Seribu Mulut

Memang lucu negeriku ini, mulut lebih dihargai daripada otak. Mereka yang banyak ngomong dan ngotot maka terasa benar apa yang dikoar koarkan. Sering berdemo menuntut keadilan, namun dirinya tak berbuat adil. 

Menuntut kesejahteraan, namun perilaku kesehariannya tak mencerminkan untuk mengarahkan apa yang dinamakan sejahtera. Menuntut persamaan hukum, namun tidak mematuhi hukum.

Mereka terlalu sibuk berdebat masalah itu dan ini, dari diperbolehkannya napi mantan korupsi buat nyaleg sampai gosip gosip ibu arisan. Mempermasalahkan  apa yang tak penting penting amat dan menjadikan sebagai headline nasional berhari hari. 

Saya sebagai bagian rakyat merasa muak dengan semua itu, apa untungnya buat kita? Saya kira kok tidak ada urgensinya buat rakyat Indonesia. Negeri ini memang negeri seribu mulut, hanya mulut yang menyacat tanpa ada tindakan apalagi perubahan menuju kebaikan. Sekian dari saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline