Memahami Esensi Kebenaran
Seorang pemikir islam yang sangat mempertanyakan soal kebenaran agama, mungkin tidak akan asing lagi bagi kita setelah kita mengenal sosok Ali Harb. pemikir Islam kontemporer asal Libanon itu, kini lagi naik daun dan mencoba ikut meramaikan wacana pemikiran Islam Timur Tengah.
Berbicara tentang Ali Harb tidak akan lepas dari istilah teks dan nalar. Teks adalah wujud yang independen, baik dari unsur penyusunnya maupun realitas-realitas luar supaya bisa publikasikan di tengah-tengah realitas yang ada. Ali harb tidak segan segan memberikan kritik terhadap teks. Ia mengatakan bahwa teks yang tercipta di masa lampau tidak perlu dibaca sebab akan menutupi hari ini.
Sedangkan nalar adalah kemampuan prosedural teknis metodis dan aktifitas kritis. Ia memungkinkan bagi adanya komentar dan penafsiran, dan bahkan ia terbuka terhadap realitas. Sebagaimana kata Ali harb, kita tidak perlu membaca hadis Nabi untuk bisa seperti Nabi dulu yang mana ketika membaca hadis Nabi, saat itu, berarti telah membuat kita akan kembali beribu-ribu abad ke belakang. Masa di mana Nabi hidup.
Teks menciptakan nalar, penilaian, anggapan dan juga dipahami sebagai sesuatu yang tampak., maka dari itu, setiap teks mempunyai "strategi" untuk mempertahankan keberadaannya, yakni dengan cara menutup (hijab) terhadap "teks" lain.
Dalam hal ini, Ali Harb kemudian mencoba memberikan solusi dengan cara pemahaman tamatsul dan pemahaman tamtsil. Strategi inilah yang membuat Ali Harb tidak percaya terhadap "teks". Ali Harb menilai "perkataan" adalah tipu daya dan "teks" adalah bentuk penipuan yang selalu memberi batasan di antara dimensi yang berbeda.
Dari sini, sehingga Ali Harb melarang berinteraksi dengan apa yang teredaksikan dalam teks tersebut. Dan sebaliknya, Ali Harb menginginkan harus berinteraksi dengan apa yang tersembunyi dan tidak tersentuh oleh teks.
Kebenaran bersifat relatif
Pada umumnya, aspek kebenaran yang hilang dan diutamakan keberadaanya dimata para penganut kepercayaan dan Aliran tertentu adalah sama. Itu karena setiap kelompok mereka bertolak pada dari posisi lama yang jelas dan fundamental serta berdasarkan tindakan pengambilan jarak dari kelompok lain dalam kelompok kebenaran yang menjebak mereka kedalam wilayah kesalahan dan kesesatan.
Kebenaran bagi mereka berdasarkan pada esensi kebenaran itu sendiri melalui cara-cara yang telah disebutkan di atas. Mereka kemudian menggambarkannya sebagai suatu yang absolut dan merupakan obyek yang tanpak serta dapat diketahui dan sesuai dengan historisitas proses pengetahuan dan karakter kenisbian termasuk sumber sumber kemanusiaan. Mereka berbeda dalam pencapaian namun sepakat secara esensi.
Sehingga Ali harb mengatakan bahwa tidak ada dialog tanpa sikap saling memberi dan menerima. Juga, tidak akan ada sikap saling memberi dan menerima tanpa sikap saling pengertian atau pengakuan akan hak-hak untuk berbeda. Hak inilah yang kemudian dapat membawa kita merubah pemahaman tentang kebenaran, dimana, tidak lagi dipikirkan sebagai suatu esensi yang statis, kekal, transenden dan mendahului realitas.