Lihat ke Halaman Asli

Haris Fauzi

Pembelajar

Menyesal Aku Pernah ‘Memujamu’‎

Diperbarui: 12 Oktober 2015   09:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

[caption caption="dok. internet"][/caption]Teruntuk dia yang selalu ada . Catatan ini aku buat untuk mengabadikan kisah hidup, melengkapi catatan harian. Untuk siapa saja, semoga menjadi hiburan, pengatar tidur, atau pelajaran bahkan mungkin kita punya kisah yang sama sehingga kita bisa merasakan duka ini bersama. Walaupun mungkin dengan masa yang berbeda, luka hati tetaplah akan selalu diingat sepanjang kita masih hidup walau sekadar menjadi bagian sejarah yang telah berlalu.

Menyesal, engkau pernah penjadi orang yang aku puja. Malam itu adalah malam kenangan walau tidak sarat dengan makna yang berarti. Pertama dan terakhir kali. Langkah pastiku terhenti dan terputus begitu saja tanpa selembar pesan walau sekadar ucapan terima kasih. Sebaliknya, justru kau tinggalkan kebencian yang aku lihat pada sebuah pesan dari hari ke hari ketika aku mengabarimu.

Menyesal pula malam itu bunga aku berikan walau sejatinya hanya kebetulan, karena aku ingin berbagi untuk orang di luar agama kita, jika itu menjadi petaka yang telah merusak hubungan kita sebagai parter kerja.

Dari hari ke hari setelah malam itu, engkau seperti orang asing yang menganggapku hanya sebagai manusia tak ‘berguna’. Beberapa kabar yang aku sampaikan menjadi belenggu bagimu, yang membuatku enggan mendapatimu dalam suasana apapun.

Aku selalu berfikir dan berusaha memperbaiki komunikasi dari awal seperti kita baru kenal dan tak ada kecurigaan dari setiap komunikasi yang kita lakukan. Kita adalah tim yang tak seharusnya menyimpan ‘dendam’.

Namun, aku melihatmu tak menyukainya. Dan kecurigaan masih engkau rasakan. Kulihat itu dalam komunikasi kita yang terakhir melaui pesan singkat.

Han, kamu sudah pulang?

Memang kenapa?

Tidak apa-apa,” jawabku. “Oh ya, bukumu masih ada di aku ya? kemaren-kemaren aku ingin mengembalikannya tapi kamu bilangnya santai saja. Akhirnya aku jadi lalai, maaf,” lanjutku.

Kamu taruh saja di Amanat!” Jawabmu.

Benar, engkau pulang kerumahmu di daerah Cirebon. Tapi, dalam waktu dekat engkau akan kembali. Mungkin ada hal penting yang perlu kamu lakukan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline