Lihat ke Halaman Asli

Prabowo Harus Segera Rangkul SBY dan Partai Poros Islam Untuk Kuatkan Koalisi Militer-Islam

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilu legislatif telah usai dan perolehan suara masing-masing partai telah terbaca walaupun baru melalui hasil quick count tapi setidaknya sudah menggambarkan peta suara parpol. Dari hasil pileg 2014 ternyata tak ada satupun parpol yang mampu mencapai angka electoral treshold 20 % untuk mengajukan capres cawapres sendiri. Ini sesuai dengan prediksi SBY bahwa pemilu 2014 akan menghasilkan perimbangan perolehan suara yang tidak terlalu menonjol. Hal ini tentu saja memunculkan peta koalisi untuk saling mencari kawan demi bisa mengajukan capres masing-masing.

Dari peta perolehan suara parpol sebetulnya banyak kemungkinan yang bisa dimunculkan dalam koalisi antar parpol ini. Tapi dari ketiga partai teratas PDIP, Golkar dan Gerindra yang sudah memunculkan capres jauh-jauh hari lah yang paling logis bersaing karena hanya tinggal mengajak 1-2 partai untuk bisa mencapai angka 20 %. Sejauh ini baru PDIP yang terlihat sudah bisa menggandeng nasdem untuk diajak berkoalisi dilihat dari intensnya kedua partai bertemu menyamakan platform. Partai lain belum terlihat aktif bermanuver menggandeng mitra koalisi dan masih dalam prosea menunggu dan membaca situasi.

Gerindra yang menjadi peringkat tiga dengan raihan 12 % suara terlihat sudah menggandeng PPP jauh hari semasa kampanyepun Suryadarma ali sudah terlihat ikut hadir dalam kampanye akbar gerindra di GBK. Tapi Prabowo sebaiknya segera mendekati SBY sebagai pemimpin koalisi di pemerintahan saat ini. SBY bisa menjadi kunci bagi jalan prabowo ke istana karena pengalaman SBY sebagai pemimpin koalisi saat ini bisa membawa gerbong partai lain yang saat ini juga sama-sama duduk dalam pemerintahan yaitu PAN, PPP, PKB dan PKS. Apalagi partai poros islam yang tergabung dalam koalisi SBY saat ini belum mempunyai capres alternatif yang bisa bersaing dengan capres yang sudah dimunculkan sebelumnya.

Sejatinya pemerintahan SBY itu adalah pemerintahan koalisi antara militer dan islam. Peran SBY yang militer sangat dominan di tubuh partai demokrat selama ini karena hampir semua keputusan tertinggi ada di tubuh SBY. Sejak 2004 SBY mampu menggandeng partai poros islam dalam koalisi pemerintahanya. PPP dan PKB cukup solid mendung pemerintahan SBY 10 tahun terakhir, ketua umum PAN bahkan juga diajak berkoalisi dalam keluarga juga dengan pernikahan ibas dan alya rajasa. Hanya PKS mitra koalisi yang agak bandel karena aering kali bersebrangan dalam pengambilan keputusan Pemerintahan SBY.

Gerbong koalisi inilah yang harus dirangkul prabowo bila ingin menguatkan posisinya sebagai capres. Kedekatan SBY dan Prabowo saat ini boleh jadi sinyal kuat keduanya untuk berkoalisi. Ini bisa dilihat dari pertemuan antara Prabowo dan SBY tang intens beberapa waktu belakangan. Apalagi Prabowo dan SBY tidak terlibat konflik.serius sebelumnya. Berbeda dengan SBY dan megawati yang masih terlibat perang dingin berkaitan dengan perjalanan politik keduanya. SBY pun sepertinya tidak akan berkoalisi dengan golkar karena SBY yang mempunyai insting politik yang tajam ke depan t sudah melihat ARB tidak mempunyai kans untuk memenangkan pilpres bila golkar tetap mengajukan ARB untuk jadi calon presiden.

Di atas semuanya itu koalisi Prabowo dan SBY akan merekatkan kembali posisi militer dalam dinamika politik indonesia. Dalam permukaan memang militer netral tapi sejatinya militer tetap mengambil peran strategis untuk mendudukan tokoh yang didukungnya untuk menjadi kepala pemerintahan. Hal ini untuk mengamankan posisi strategis militer dalam peta politik tanah air disamping juga untuk preatise institusinya. Peran militer dalam.sejarah panjang indonesia memang naik turun. Dalam perjuangan fisik meraih kemerdekaan militer terlibat langsung dalam perjuangan meraih kemerdekaan. Tapi kemudian setelah indonesia merdeka peran militer terpinggirkan oleh peran tunggal sukarno. Militer hanya menjadi alat perang untuk menumpas berbagai pemberontakan di tanah air yang saat itu banyak terjadi dari DI/TII, PRRI, Permesta dll.

Saat pemerintahan berganti rejim orde baru, indonesia dipimpin Soeharto yang militer disinilah militer mendapatkan kekuasaan sepenuhnya, dengan dwi fungsi ABRI militer juga bisa duduk dalam berbagai jabatan sipil. Tapi praktis pemerintahan ala militer ini sangat kuat menjaga stabilitas keamanan karena kerusuhan sekecil apapun akan dilokalisir dan diwaspadai. Berbeda dengan pemerintahan sipil era habibie, gusdur dan mega yang kurang didukung militer sepenuhnya sehingga kerusuhan dan konflik komunal antar etnis merwbak di berbagai daerah yang sangat mengerikan dan menciderai kebhinekaan indonesia.
Sampai tiba rejim berganti ke orde reformasi, militer kembali ke barak dan praktis kekuasaaanya sedikit demi sedikit dikurangi. Tapi militer rupanya cukup solid untuk terus bermanuver mendukung tokohnya duduk dalam kursi RI-1.

Saat pemilu 2004 dan 2009 militer satu suara mendukung SBY karena kuatnya dukungan rakyat saat itu padahal ada juga prabowo di pasangan megawati tapi saat itu militer lebih melihat potensi kemenangan pada SBY. Di 2014 ini militer sepertinya condong mendukung prabowo karena di kubu lawan tidak ada peran militer yang signifikan menguntungkan posisi militer. Hal ini untuk menjaga institusi militer tetap dalam lingkaran kekuasaan dan bukan hanya alat perang. Apalagi dengan dukungan SBY, prabowo akan lebih mudah mendapatkan tongkat estafet kepemimpinan nasional. Militer berkepentingan untuk menjaga kestabilan negara.

Sementara peran partai poros islam juga penting untuk menjaga kedaulatan di parlemen. Parlemen harus dikuasai mayoritas supaya pemerintahan bisa berjalan kuat tanpa gangguan di parlemen. Dari keempat partai poros islam hanya PKS yang terlihat sering mengganggu di parlemen tapi cobalah untuk tetap dirangkul untuk menghadapi poros merah yang menjadi kubu bersebrangan secara tradisional. Koalisi antara militer dan islam telah lama terjalin sejak masa perang kemerdekaan dimana laskar hizbullah bersama-sama TKR berjuang mengusir penjajah. Saar revolusi tahun 1965 juga militer bersama massa islam di bawah lah yang berperan aktif dalam mengganyang komunis dari bumi indonesia. Era pemerintahan orde baru PPP yang menjadi satu-satunya gabungan parpol islam lebih terlihat mesra daripada dengan PDI karena sejarah kedua parpol yang saling bersebrangan platform dan massa akar rumput. PPP dengan massa santrinya sementara PDI dengan massa kaum abangan.

Inilah yang harus disadari bersama oleh militer dan partai poros islam untuk terus menjalin koalisi strategis yang sudah terjalin lama. Parpol islam jangan tergoda untuk terpecah belah atau memunculkan capres sendiri karena sangat mungkin dikalahkan poros merah yang didukung penuh kelompok liberalis yang terus mencoba melakukan pembusukan politik terhadap partai poros islam. Partai poros islam akan kuat bila bersatu mendukung militer dan capres jendral hijau yang sejak dulu dikenal dekat dengan kelompok islam. Poros islam-militer tentu saja akan mendapat hambatan kuat dari kelompok yang takut militer dan islam berkoalisi. Pasti akan coba dipecah belah supaya gampang dikalahkan. Untuk itu perlu kesadaran kuat dari masing-masing partai poros islam dan kekuatan militer supaya kekuatan militer dan islam tidak kembali terpinggirkan.

Dengan karakteristik kepemimpinan prabowo yang tegas koalisi militer dan islam akan bisa membentuk pemerintahan kuat dan leadhership kuat ada koordinasi sehingga program dari pemerintahan SBY yang baik bisa diteruskan oleh Prabowo.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline