Siang ini, tiga loket karcis di stasiun Cawang tutup. Tertulis di atasnya "Tidak melayani pembelian Tiket", karena ada kereta yang tabrakan (anjlok) di Stasiun Manggarai. Lantas, mencoba mencarikan solusi "Kita tidak tahu kapan bisa jalan lagi, dan silahkan cari alternatif lain".
Rasanya berita seperti itu sudah jamak dan sering kita dengar. Terutama, bagi yang komuter dengan kereta KRL baik di jakarta maupun sekitarnya. Alasannya pun bisa saja beragam mulai dari yang tabrakan, mogok, tergelincir, sinyal rusak, dan alasan lain yang kadang-kadang petugas sendiri tidak tahu.
Komplain pun penulis kira sudah tidak terhitung. Mulai dari yang tertulis di surat pembaca, di radio, di televisi, ataupun di internet. Namun, kejadian ini terus berlangsung dan berlangsung terus tanpa ada perubahan signifikan. Lebih lagi, tanpa ada yang merasa bertanggung jawab atas segala kejadian ini. Apakah kepala stasiunnya, kepala daerah operasi, atau direktur Kereta Api? Rasanya tidak ada yang menyatakan bertanggung jawab, minta maaf, dan berusaha berbuat lebih baik lagi.
Melalui tulisan ini, penulis mencoba mengetuk hati siapa saja yang peduli atas sistim transportasi indonesia yang lebih baik, lebih bagus, lebih nyaman, lebih tepat waktu, lebih efisien, lebih produktif, bahkan lebih green (hijau), mari kita benahi sistim kereta api kita...Bukan untuk siapa-siapa, tapi untuk kita sendiri.
Pernahkah kita menghitung opportunity cost yang hilang dari berbagai kejadian tadi? Mungkinkan itu kita masukkan sebagai kerugian negara yang hilang dari sistim kereta yang masih kacau dan incredible? Bagaimanapun, Kereta api juga dimodali dari uang negara alias APBN, termasuk juga ada pembayaran pemerintah melalui PSO (public service obligation)? Apakah itu semua bukan kerugian negara ?
Opportunity cost adalah peluang dan kegiatan yang hilang, yang tidak jadi dilaksanakan disebabkan oleh keputusan kita. Kita memutuskan untuk menggunakan kereta api, lantas kereta mogok. Kita tidak bisa menepati janji, kita kehilangan kesempatan bisnis, kita dianggap tidak dipercaya, dan seterusnya...banyak produktifitas ekonomi yang hilang, sehingga pantas pertumbuhan ekonomi kita hanya berkisar 5-6%.
Coba bayangkan, jika jalur kereta itu bagus dan handal, penulis yakin akan banyak sentra-sentra ekonomi yang tumbuh di sekitar jalur tersebut. Ini juga merupakan strategi yang diterapkan Jepang pada awal-awal restorasi ekonomi. Mereka membangun jalur kereta sehingga semua dapat terhubung dengan mudah. Aktifitas ekonomi pun lancar.
Untuk itu, kereta harus masuk prioritas pembangunan. Bagi para petugas /pimpinan yang mengabdi di perusahaan kereta api, ini akan menjadi sumbangsih anda semua dan menjadi ladang amal kebaikan anda semua jika bisa mengelola kereta api dengan baik. Di tengah seretnya dana, tidak perlulah kita muluk-muluk membangun teknologi tinggi, cukup dengan teknologi sederhana: dibuat jadwal yang lebih tepat, kemungkinan tabrakan yang minim, informasi yang lebih akurat dan mudah dimengerti penggunanya.
Salam cinta kereta!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H