Lihat ke Halaman Asli

Harisandi Iskandar Z

Nama saya Harisandi, hobbi travelling di googlemap

Pasambahan Makan dalam Acara Adat di Minangkabau

Diperbarui: 8 Maret 2021   17:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada artikel ini saya ingin mengeksplor salah satu kebudayaan yang ada di daerah saya Kabupaten Padang Pariaman atau lebih spesifiknya kec. 2x11 Enam Lingkung, Sicincin, yaitu Pasambahan Makan. 

Mengapa Pasambahan Makan? Karena dari kecil saya sudah diserahkan untuk belajar di Surau oleh orangtua saya. Di surau saya belajar banyak hal, saya belajar sholat, membaca huruf arab, menghafal do'a arwah junjuangan, silek, Pasambahan, moral, etika dll. Sebelum membahahas apa itu Pasambahan Makan terlebih dahulu saya ingin mengemukakan defenisi sastra karena Pasambahan Makan adalah salah satu bentuk karya sastra tradisional.

Sebenarnya di dalam ranah kesusastraan terdapat dua bagian pembidangan sastra, yakni : sastra tulisan dan sastra lisan. Saya rasa kedua bagiann sastra ini memiliki peranan penting dalam perkembangan kesusastraan di tanah air. 

Sastra tulisan adalah sebuah ungkapan ekspresi dari pemikiran dan perasaan seseorang yang kemudian dijadikan sebuah teks atau apapun yang bernuansa atau mengarah ke sebuah karya tulis atau literal. Menurut e-KBBI, sastra tulisan yaitu sastra yang timbul setelah manusia mengenal tulisan, di Indonesia mulai berlangsung setelah bangsa Indonesia berkenalan dengan kebudayaan asing, yakni kebudayaan Hindu, Islam, dan Barat.

Kemudian sastra lisan, sastra lisan adalah sastra yang merujuk kepada sebuah keindahan kata-kata yang penyampaiannya dilakukan melalui mulut ke mulut. Menurut dosen Sastra Lisan saya yang bernama bapak M. Yunis pada salah satu pertemuan kuliah kami, beliau mengatakan bahwa pencipta sastra lisan itu tidak diketahui karena sastra lisan bukan milik individu melainkan milik kelompok pada suatu daerah.

Bicara sastra lisan, di Minangkabau ada beberapa sastra lisan seperti : pantun, pituah tuo, petatah-petitih dan masih banyak lagi. Karena penyebaran sastra lisan yang dari mulut ke mulut saya kira sastra lisan adalah bassic dari komunikasi antara pencipta dan penikmat. Dan dari proses kekreatifan yang berpedoman kepada moral serta nilai norma-norma kehidupan maka lahirlah sebuah sastra yang berbentuk sebuah karya seperti halnya Pasambahan Makan ini.

Pasambahan makan adalah sebuah dialog berbahasa Minang yang dilakukan oleh dua orang pilihan pada sebuah acara tertentu dimana setiap katanya memiliki sajak yang khas dan tentunya sinkron dari kata ke kata.  Dialog-dialog dalam Pasambahan Makan bukanlah dialog kosong tanpa arah tujuan melainkan dalam dialog ini terdapat suatu maksud dan tujuan tertentu seperti mempersilahkan para pihak tamu untuk menikmati makanan atau minuman yang telah disajikan, memohon izin kepada tuan rumah untuk kembali kerumah masing-masing setelah selesai jamuan makan. Seperti sebuah dialog antara sutan sebagai urang sumando dan etek di dalam sebuah acara perkawinan. Sebagai berikut :

Sutan :

"Nan manjadi buah bana dek kami silang nan bapangka dek karanolah basicapek kaki basiringan tangan nan mudo nan matah atau dialek nan bajanang manantiangkan aie surato hidangan nan manjadi pintak jo kahandak dek kami silang nan bapangka aie talatak diminum hidangan tatatiang disantap sakian bana etek". 

Etek :

"Sutan, tapi sungguahpun Sutan juo silang nan bapangka karanolah ba asak ladang, ba aliah baniah ba asak tagak, ba aliah jajak, basuo juo undang-undang, tatumbuak biduak dikelokan, tatumbuak kato dipikiekan. Ko dapek bana jawauknyo tantang itu mah elok carano dilegakan, lamak siriah dikunyah-kunyah, elok kato dipaiyokan, baiyo kami nan duduak mananti Sutan jo kabanaran".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline