Lihat ke Halaman Asli

Hari Supriono

Mahasiswa Politeknik Statistika STIS

Garam Madura, Antara Takdir dan Pelestarian Warisan Leluhur

Diperbarui: 2 Oktober 2019   08:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Kita semua pasti tahu dan pernah mendengar lagu lawas dari grup band Koes Plus yang berjudul Kolam Susu. Lirik yang sangat melegenda dari lagu tersebut yaitu "Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman." Lagu itu merupakan kiasan bahwa betapa kaya dan suburnya tanah di negeri kita. 

Itu baru tanah (daratan), belum lautnya. Kita tahu Indonesia negara maritim, pulau-pulau nya dihubungkan oleh lautan. Luasnya lautan yang kita miliki sejalan dengan besarnya potensi yang bisa kita manfaatkan. 

Kekayaan laut Indonesia bukan hanya dari beraneka ragam ikan dan biota laut nya saja, air lautnya pun punya nilai, yakni ketika air laut sudah disulap menjadi bentuk lain yang kita kenal dengan nama Garam.

Indonesia yang 70% wilayahnya merupakan perairan laut, memiliki potensi sebagai penghasil garam terbesar di dunia. Kementrian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2017 melaporkan, produksi garam di Indonesia mencapai 1.021.321 ton. Kontribusi terbesar berasal dari provinsi Jawa Timur dengan produksi garamnya sebesar 372.728 ton atau sekitar 36,5% dari produksi garam nasional.

Jika di breakdown lagi, penyumbang produksi garam terbesar di Jawa Timur adalah Madura.  Produksi garam di Pulau Madura mencapai 281.000 ton atau 75% dari produksi garam Jawa Timur. 

Madura juga pemasok garam di tanah air selama kurang lebih 500 tahun, yaitu sejak abad ke-15 ketika garam mulai diproduksi di pulau ini. Maka tidak salah, Madura disebut sebagai Pulau Garam.

Cuaca Madura sangat cocok untuk Garam
Pada dasarnya pembuatan garam terdiri dari proses pemekatan yaitu proses menguapkan air laut dan proses kristalisasi. Proses pembuatan garam sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca dan mutu air laut. 

Cuaca di Pulau Madura yang terkenal panas. Kelembapan udara rata-rata 80% dan rata-rata curah hujan pertahun 186 mm. Musim kemarau bisa berlangsung selama 4-5 bulan dalam setahun. 

Puncak kemarau terjadi pada bulan Agustus dengan curah hujan 0 mm. Kondisi cuaca seperti ini sangat bagus untuk produksi garam, karena akan mempercepat proses penguapan dimana semakin besar penguapan maka semakin cepat proses pengendapan dan semakin besar jumlah kristal garam yang mengendap.

Tidak banyak sungai yang bermuara di Selat Madura sehingga kontaminasi air sungai (air tawar) termasuk kecil. Hal ini berdampak pada mutu air laut di Madura yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan garam. 

Semakin banyak kontaminasi air tawar akan membuat waktu penguapan menjadi lebih lama. Karena sedikit kontaminasi, garam Madura bisa berkualitas baik dan proses produksinya lebih cepat. Pada akhirnya bisa lebih sering panen dan produksi garam bisa meningkat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline