Basel III telah memperkuat pengaturan terhadap permodalan bank dengan merubah struktur permodalan dan peningkatan kapasitas bank dalam menyerap kerugian. Dalam ketentuan tersebut, modal inti utama (Common Equity Tier 1/CET1) bank ditetapkan minimal sebesar 4,5% dari Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR), modal inti tambahan (Additional Tier 1/AT1) sebesar 1,5% dari ATMR, dan modal pelengkap (Tier 2/T2) sebesar 2% dari ATMR.
Selain regulatory capital, bank juga diwajibkan memiliki bantalan (buffer) yang terdiri dari: Capital Conservation Buffer sebesar 2,5% dari ATMR, Countercyclical Buffersebesar antara 0% sampai 2,5% dari ATMR, dan khusus bank sistemik ditambah Systemic Buffer atau Capital Surchargesebesar antara 1% sampai 2,5% dari ATMR.
Keseluruhan bantalan tersebut harus dipenuhi bank dalam bentuk modal inti utama (CET1), sehingga apabila ketentuan tersebut telah efektif, bank akan memiliki permodalan dan bantalan yang tebal untuk menyerap kerugian. Ketentuan permodalan dan penyediaan bantalan dalam Basel III tersebut diterapkan bertahap sejak 2013 dan akan berlaku penuh pada tahun 2019.
TLAC untuk G-SIB
Ketentuan permodalan dan penambahan bantalan dalam Basel III tersebut dipandang masih belum mencukupi bagi bank yang secara global memiliki dampak sistemik (G-SIB), sehingga Pimpinan G20 pada pertemuan di St. Petersburg, Rusia pada 5-6 September 2013 mengamanatkan kepada Financial Stability Board (FSB) untuk membuat pengaturan agar G-SIB memiliki kapasitas yang lebih besar dalam menyerap kerugian dan rekapitalisasi ketika bank tersebut mengalami kegagalan.
Amanat Pimpinan G20 tersebut ditindaklanjuti FSB dengan menyusun proposal peningkatan kapasitas menyerap kerugian dan rekapitalisasi bagi G-SIB, yang disebut dengan Gone-concern Loss Absorbing Capacity (GLAC). GLAC merupakan bantalan tambahan di atas regulatory capital yang terdiri dari surat utang yang dapat dikonversi menjadi modal ketika bank mengalami kegagalan.
Dengan GLAC tersebut diharapkan resolusi G-SIB dapat dilaksanakan tanpa mengganggu stabilitas sistem keuangan, menjaga tetap terpelihara keberlangsungan fungsi utamanya, serta terhindar dari penggunaan uang negara.
Dalam pertemuan Pimpinan G20 di Brisbane, Australia pada 13-14 Nopember 2014, proposal tersebut dibahas dan pada akhirnya disepakati untuk mengubah konsep GLAC menjadi Total Loss-Absorbing Capacity (TLAC). Perubahan tersebut untuk menghilangkan dikotomi dan batasan antara kapasitas menyerap kerugian dengan basis going-concern dan gone-concern, sehingga lebih memberi fleksibilitas bagi G-SIB dalam mengatur struktur permodalan dan kewajibannya.
TLAC dimaksudkan untuk memastikan G-SIB memiliki kapasitas menyerap kerugian dan rekapitalisasi agar pada saat dilakukan resolusi, fungsi utama bank dapat berkelanjutan tanpa dukungan uang negara atau gangguan terhadap stabilitas sistem keuangan. FSB kemudian mengeluarkan proposal konsultatif TLAC yang antara lain mengusulkan besaran TLAC antara 16% sampai 20% ATMR, untuk mendapat masukan dari berbagai pihak.
Pada awal tahun 2015 dilakukan Quantitative Impact Study (QIS)untuk mengkaji dampak penerapan TLAC terhadap mikro perbankan maupun makro perekonomian. Berdasarkan QIS tersebut disimpulkan bahwa dampak pada mikro perbankan dan makro perekonomian atas penerapan TLAC relatif terkendali.
Biaya yang harus dikeluarkan G-SIB untuk memenuhi ketentuan TLAC tersebut diperkirakan akan menyebabkan kenaikan lending rate rata-rata berkisar antara 2,2 sampai 3,2 basis poin. Sedangkan dari sudut pandang makro ekonomi, disimpulkan bahwa manfaat yang diperoleh dari pemberlakuan TLAC berupa penurunan kemungkinan (likelihood) dan dampak biaya terjadinya krisis (impact) akan lebih besar daripada biaya yang harus dikeluarkan untuk memenuhi ketentuan TLAC tersebut.