Lihat ke Halaman Asli

Belajar Kehidupan di Desa Çaylı, Adıyaman

Diperbarui: 18 Juni 2015   03:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

“When you speak, your words echo only across the room or down the hall. But when you write, your words echo down the ages (Bud Gardner”).
Musim panas kali ini saya berkesempatan pergi ke sebuah desa di salah satu kota yang terletak di Turki tenggara, Adıyaman . Desa ini bernama Çaylı. Saya tinggal disana selama 1 minggu. Çaylı terletak tak jauh dari pusat kota Adıyaman yakni sekitar 10 km. Mari kita sedikit membahas tentang desa Çaylı. Di desa ini terdapat 15 rumah dengan jumlah penduduk sekitar 150 orang. Penduduknya mayoritas suku Kurdi. Bahasa yang mereka gunakan setiap hari adalah bahasa Kurdi. Tak jarang saya cuma geleng-geleng kepala ketika mereka ngobrol pakai bahasa Kurdi. Namun mereka juga bisa bertutur dengan bahasa Turki.
Hal paling unik di desa ini adalah, seluruh surename  penduduknya sama. Bisa sama karena keturunan ataupun karena pernikahan. Jadi ikatan keluarga sangatlah kuat di desa ini. Walaupun tinggal di desa mata pencaharian utama penduduk Çaylı bukanlah di sektor pertanian.  Sebagian besar penduduk desa ini berprofesi sebagai pegawai negeri dan beberapa orang sudah menjadi pensiunan pegawai negeri. Sekali setahun mereka yang sudah pensiun menanam gandum, dan hasilnya sudah mencukupi kebutuhan keluarga karena biaya hidup juga ditopang dengan uang pensiunan yang mereka dapat.
Setiap keluarga memiliki lahan yang ditanami bermacam sayur seperti tomat, terong, cabai dan juga buah seperti anggur. Kebetulan saya datang bertepatan dengan musim panen anggur. Sore hari kita sering pergi ke kebun untuk memetik anggur. Anggur ini tidak untuk dijual namun hanya untuk konsumsi keluarga.
Saya tinggal di rumah teman yang bernama Mehmet Tabaş. Rumahnya dikelilingi oleh rumah paman-pamannya. Sebelah kiri ada Bekir Tabaş amca (amca:paman), sebelah kanan dan belakang rumah ada Tabaş-tabaş yang lain. Mehmet tinggal bersama bapak, ibu dan 4 saudaranya. Bapaknya bernama Halil dan ibunya bernama Necibe. Setiap hari Halil baba ( baba: bapak) bekerja di kedai teh miliknya di pusat kota sedangkan ibunya ibu rumah tangga.  Di keluarganya ada 2 anak yang kuliah dan 3 anak yang sedang belajar di bangku SMA. 5 anak bisa sekolah semua karena pemerintah Turki tak membebani mereka untuk membayar kuliah maupun sekolah dasar.
Sebagai seorang ibu rumah tangga, setiap pagi Necibe Anne (anne : ibu) mempunyai berbagai kesibukan. Pagi buta setelah shalat subuh, Necibe Anne sudah sibuk memerah sapi. Kemudian membawanya ke ladang untuk merumput. Sapi diikat ke tempat yang sekiranya mempunyai stock rumput mencukupi, sapi ditinggal sampai sore menjelang magrib dan anak-anak perempuan Anne akan membawanya pulang. Tak lupa siang hari keluarga ini memberi air minum ke sapi yang ada di ladang karena teriknya musim panas. Anne memerah sapi dua kali sehari, yaitu pagi dan petang.
Setelah memerah sapi di pagi hari, pekerjaan yang lain telah menantinya. Anne membuat adonan roti kemudian memanggangnya diatas tungku tradisional berbahan bakar kayu disamping rumah. Seluruh penduduk desa Çaylı membuat roti sendiri untuk mereka konsumsi. Penduduk Çaylı sangat jarang mengonsumsi nasi, termasuk keluarga Anne. Semenjak saya dirumah mereka, Anne selalu masak nasi untuk makan malam. Perlu diketahui nasi yang biasa dikonsumsi orang Turki sedikit berbeda dengan nasi yang biasa kita makan. Nasi disini dimasak sedikit berminyak dan asin. Ada hal yang menurut saya luar biasa. Yakni ketika saya diundang makan malam kerumah Bekir amca. Mengetahui dirumah Bekir amca tidak akan disediakan nasi, Anne memberi saya satu piring nasi untuk dimakan dirumah Bekir amca. Selesai membuat roti, Anne segera menyiapkan sarapan untuk keluarga.
Hari itu untuk menu sarapan anne dan kedua putrinya menyiapkan beberapa makanan untuk sarapan. Salah satunya adalah menu sarapan yang tak terlewatkan saat musim panas adalah Dömeç. Dömeç berbahan dasar terong, cabai,bawang putih.Pertama terong dan cabai dibakar diatas tungku kemudian kedua bahan ini dihaluskan menggunakan blender. Kemudian campuran antara keduanya dimasak diatas minyak goreng, tak lupa ditambah garam dan bawang putih.
Selain Dömeç, Anne juga menyiapkan Ayran. Ayran  merupakan minuman berbahan dasar yogurt. Tak lupa Anne juga menyiapkan Peynir (keju putih). Di desa Çaylı ini saya belajar bagaimana cara membuat roti, yogurt dan peynir. Susu hasil perahan pagi dan sore hari oleh Anne dirubah menjadi keju putih dan yogurt. Pokoknya, semua yang dikonsumsi keluarga adalah hasil dari 'harta' mereka sendiri. Mulai dari buah,gandum, sayur , telur, susu dan keju.
Memang biaya kehidupan di desa ini sangatlah murah. Mereka hanya membayar rekening listrik, air dan gas dua bulan sekali. Selain itu semua kebutuhan makan sudah di cover kebun sendiri.
Sore hari, Mehmet sekeluarga menggelar tikar didepan rumah. Kita makan malam, shalat magrib serta Isya diluar rumah. Setelah makan malam kita asyik ngobrol sambil menikmati teh buatan anak perempuan Anne. Malam hari ketika kita hendak tidur saya sedikit terkejut. Semua orang beranjak ke atas rumah. Menggelar kasur atau alas untuk tidur diatas rumah yang biasa disebut dam. Saya bingung, dan tanya ke Mehmet. Kenapa semua orang ke atas rumah? Mehmet menjawab, kalau kamu ingin kepanasan dan tak bisa tidur cobalah tidur didalam rumah. Iya, saya baru sadar kalau suhu udara memang benar-benar panas pun dimalam hari.
Saya benar-benar menikmati keramahan penduduk desa Çaylı ini. Saya tak merasa asing berada diantara mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline