Dahulu ketika jaman SD pelajaran bahasa Jawa saya tunggu jadwal mapelnya, bahkan ketika di luar sekolah bertemu gurunya yang ramah baik hati, hingga kini tak terlupa. Sedikit bimbingan namun murid-murid mengikuti arahan beliau.
Nembang Macapat pada waktu itu menjadi materi wajib ujian praktik. Apalagi ketika pelajaran nulis aksara Jawa, teman-teman begitu antusias. Terlihat kagum dan bangga memiliki warisan budaya tersebut.
Akan tetapi sekarang, ketika saya sudah mengajar bahasa Jawa di tingkat SLTA dengan gaya serta bimbingan selaras guru SD saya dulu, ternyata kekompakan siswa mempelajari bahasa Jawa pudar dan terlupakan.
Semua hal tersebut ada faktor yang melatarbelakanginya. Yang pertama karena di dalam kurikulum saja, muatan lokal (bahasa Jawa) merupakan mata pelajaran terpinggirkan dan bukan pelajaran pokok sejajar dengan mapel-mapel eksis yang masuk daftar ujian nasional.
Anggap saja mapel bahasa Jawa bisa dihilangkan dan tidak mempengaruhi keberhasilan kurikulum. Hal ini sudah terlihat ketika ada seleksi PPPK tahun ini, formasi guru bahasa Jawa tidak ada.
Faktor yang kedua yaitu hilangnya kesadaran siswa untuk mempelajari bahasa sendiri. Bahasa Jawa sebagai bahasa ibu yang seharusnya dilestarikan dan dijunjung tinggi.
Untuk ketidakmampuan siswa saat ini sudah di luar akal. Adanya beberapa kasus di sekolah saya, mereka lahir dikawasan Soloraya, besar disini pula, anggaplah anak kelas X umur 16 tahun.
Mayoritas dari mereka, ketika membaca tulisan latin bahasa Jawa sangat kurang lancar dari pada tulisan bahasa Indonesia bahkan bahasa Inggris, lalu bagaimana ketika membaca aksara Jawa?? Coba bayangkan! Negara-negara barat seperti Belanda saja justru memiliki tekad kuat untuk belajar bahasa Jawa, sedang kita sendiri justru lupa merawat.
Kembali ke topik awal bahkan ketika siswa-siswa tersebut membaca tulisan latin bahasa Jawa, cara membacanya terlihat lekak-lekuk suara semacam terdengar asing kata-kata tersebut. Padahal itu merupakan bahasa keseharian mereka.
Ya, semua ini berawal dari lingkungan pertama mereka belajar bahasa, yaitu keluarga. Keluarga, khususnya orang tua berperan utama dalam berbahasa anak.
Bisa kita lihat saat ini di wilayah Solo yang merupakan pusat budaya Jawa di Jawa Tengah, banyak orang tua yang mengajarkan kepada anaknya untuk menggunakan bahasa Indonesia, lebih mudah kata mereka. Bahkan ada orang tua yang sengaja mengajarkan bahasa Inggris pada tahap awal anak belajar bahasa. Jelas sangat mungkin terjadi ketika anak-anak ini beranjak remaja mereka asing dengan bahasa sendiri, bahasa Jawa.