Lihat ke Halaman Asli

Hari Murti

Karyawan Swasta

Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia untuk Mendorong Pembiayaan Inklusif

Diperbarui: 7 Juni 2023   23:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.pluang.com/kebijakan-makroprudensial

Istilah makroprudensial ketika itu menjadi populer di sektor keuangan paska terjadinya krisis keuangan global tahun 2008. Krisis keuangan global tahun 2008 telah memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi kita terutama masyarakat Indonesia. Meskipun tidak secara langsung, Indonesia tetap terkena dampak krisis keuangan global 2007/2008 yang dipicu oleh kegagalan produk subprime mortgage di Amerika Serikat. Secara keseluruhannya kebijakan makroprudensial sudah menjadi kebajikan Bank Indonesia yang sudah terintegrasi, namun setelah terjadinya krisis ekonomi tahun 2008 lalu baru menjadi perhatian & banyak dibicarakan bagaimana penerapan kebijakannya secara terintegrasi & sistematis.

Krisis finansial tahun 2008 yang membuat hampirseluruh dunia mengalami finansial stress disebabkan oleh beberapa hal yang diantaranya, yaitu: Ketidakseimbangan deviasi capital flow antar negara & pengawasan regulasi finansial serta kebijakan moneter yang belum memadai di banyak negara (Bank Indonesia, 2015).

Sebelum krisis  2008, kebijakan moneter yang dilakukan lebih menekankan kebeberapa protofolio yang tidak secara sistematis menunjang kebijakan makroprudensial. Dimana sistem keuangan sebelum krisis 2008 lebih bertumpu pada kebijakan moneter & mikroprudensial yang mengatur individu-individu yang memiliki dana yang merupakan katalis percepatan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi  (Claessens, 2015).

Kebijakan makroprudensial yang mulai populer setelah terjadi nya krisis ekonomi global 2008 sebenarnya sudah menjadi pembahasan sejak tahun 1970-an, namun belum banyak diaplikasikan setelahnya hingga terjadinya krisis keuangan global 2008 yang berdampak negatif pada keterpurukan perekonomian duniakarena hubungan sebab akibat (feedback loop), antara sektor keuangan dengan sektor riil mengakibatkan biaya krisis menjadi tinggi dengan waktu pemulihan yang panjang.

Kebijakan makroprudensial didefinisikan sebagai kebijakan yang bertujuan untuk membatasi risiko dan biaya dari krisis sistemik atau risiko kegagalan sistem keuangan (Galati G., and Richhild M., 2011). Tujuan Kebijakan makroprudensial menurut IMF setidaknya harus mencakup 3 hal yaitu menjaga stabilitas sistem keuangan, berorientasi pada sistem keuangan secara keseluruhan (system-wide perspectives) dan membatasi terjadinya risiko sistemik (IMF, 2011).

Menjaga stabilitas sistem keuangan dalam perspektif ini juga tidak hanya dilakukan oleh Bank Indonesia semata. Saling membantu antar otoritas yang berkepentingan sangat berpengaruh dalam menjaga kestabilan sistem ini agar bertahan bila sewaktu-waktu ada kejutan ekonomi. Bank Indonesia selaku bank sentral melalui kewenangan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran; pemerintah melalui kewenangan fiskal; dan otoritas pengawas industri jasa keuangan seperti OJK & LPS melalui kewenangan mikroprudensial, sehingga implementasi kebijakan makroprudensial sangat mungkin dilakukan melalui interaksi dengan kebijakan lain yang jelas dimana semua pengambilan kabijakan terutama dengan kebijakan yang memiliki dampak pada sistem keuangan (Bank Indonesia, 2015).

Sistem keuangan secara khusus harus mampu menunjang beberapa fungsi kebijakan diantaranya: melakukan fungsi intermediasi, manajemen risiko dalam sistem keuangan dan kemudahan penyelenggaraan sistem pembayaran (Schinasi, 2004).

Bank Indonesia sendiri sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem pembayaran, tugas utama Bank Indonesia tidak saja menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem keuangan (perbankan dan sistem pembayaran). Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak artinya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas moneter dan stabilitas keuangan adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Kebijakan moneter memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilitas keuangan begitu pula sebaliknya, stabilitas keuangan merupakan pilar yang mendasari efektivitas kebijakan moneter. Sebaliknya, ketidakstabilan moneter secara fundamental akan mempengaruhi stabilitas sistem keuangan akibat tidak efektifnya fungsi sistem keuangan. Inilah yang menjadi latar belakang mengapa stabilitas sistem keuangan juga masih merupakan tugas dan tanggung jawab Bank Indonesia (Otoritas Jasa Keuangan, 2021)

Peran utama yang mencakup kebijakan dan instrumen dalam menjaga stabilitas sistem keuangan  Bank Indonesia dibagi atas 5 tugas, yakni :

Pertama, Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Kebijakan moneter melalui penerapan suku bunga yang terlalu ketat, akan cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank Indonesia telah menerapkan suatu kebijakan yang disebut inflation targeting framework atau biasa kita kenal dengan target inflasi tahunan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline