Lihat ke Halaman Asli

Hari Hariadi

Staf Riset dan Publikasi

Sinyur dan Jujur

Diperbarui: 30 Januari 2016   21:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Majalah Intisari edisi Januari 2016 mengangkat kisah Asmurejo, akrab dipanggil Sinyur. Ia adalah seorang petani yang memanfaatkan waktu luangnya sebagai pencari fosil. Ia tinggal di Grogolan Kulon, dusun kecil di wilayah kubah Sangiran, Jawa Tengah.

Sinyur adalah tokoh terkemuka di Sangiran dan sekitarnya lantaran prestasinya menemukan berbagai fosil, seperti gading gajah, tanduk kerbau, tulang kuda nil, dan rahang buaya. Sudah sangat banyak jumlah fosil yang ia serahkan ke museum. Berkat dedikasi dan loyalitasnya sebagai kontributor museum, ia diganjar berbagai penghargaan. Salah satunya dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nasional, Anies Baswedan, awal tahun 2015 lalu.

Sinyur cuma tamatan sekolah dasar, yang tentunya tak pernah menikmati pendidikan arkeologi atau geologi di bangku kuliah. Namun kelihaiannya mengidentifikasi tanah-tanah yang mengandung fosil telah diakui. Ada saja fosil yang dibawa pulang bila ia selesai menggali. Maka tak heran banyak arkeolog yang meminta masukan dari Sinyur tentang lokasi-lokasi penggalian yang tepat. Termasuk para arkeolog dari Pusat Arkeologi Nasional. Perkenalan dan pergaulan Sinyur dengan para arkeolog ini membawa berkah tersendiri. Ia jadi paham berbagai jenis tulang binatang.

Kompensasi yang diperoleh Sinyur dari museum dengan menyerahkan fosil-fosil yang ia temukan tidaklah membuat dirinya kaya. Alasannya, fosil bagus tidak didapati setiap saat. Kompensasi hanya membantunya bertahan hidup mengingat pekerjaannya sebagai petani hanyalah pas-pasan.
Bagi Sinyur, pantang menjual hasil temuannya ke kolektor atau pedagang fosil meski menjanjikan imbalan yang jauh lebih menggiurkan. Ia tak mau bermasalah dengan hukum dan meringkuk di balik terali besi.

Keengganan Sinyur untuk menjual hasil temuannya ke kolektor patutlah diapresiasi. Semoga ia melakukannya bukan lantaran takut, melainkan didorong oleh bisikan nuraninya yang bersih. Tidak mau melanggar norma-norma, baik norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, dan norma hukum adalah watak dari manusia yang jujur. Jujur artinya ikhlas, tulus dan lurus hati, selaras antara perkataan dan perbuatan. Orang yang jujur akan berbicara dan bertindak sesuai dengan perasaan, keyakinan, pikiran dan keinginannya. Ia tidak akan bersikap penuh kepura-puraan hanya demi menyenangkan orang lain. Ia juga tidak akan diam saja jika ada sesuatu yang dianggapnya tidak beres. Sebagai contoh, jika seorang karyawan merasa tidak setuju dengan gagasan yang dikemukakan atasannya, ia tidak akan menutup-nutupinya. Ia juga tidak akan bersikap cuek atau apatis. Apalagi jika ia diminta untuk melakukan perbuatan yang melanggar norma dan aruran. Namun ia akan mengaatakan pendapatnya dengan sopan dan tetap menghargai atasannya.

Orang yang jujur tidak akan berbuat curang, mencuri, atau berbohong. Misalnya, saat keluar kantor untuk menjalankan tugas, ia tidak akan melakukan kunjungan yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan tanpa adanya pemberitahuan. Contoh lain adalah tidak melakukan manipulasi terhadap laporan pajak perusahaan. Perbuatan ini jelas melanggar hukum.

Kesemuanya dilandasi demi kepentingan dan kebaikan bersama, bukan hanya untuk jangka pendek melainkan juga untuk jangka panjang. Sering memakai kendaraan kantor untuk kepentingan pribadi barangkali akan menguntungkan dalam beberapa waktu. Namun jika dilakukan terus-menerus sehingga mengganggu produktivitas, sikap ini akan berpengaruh terhadap penilaian kinerja si karyawan.

Kata-kata, sikap, dan perbuatan yang sesuai dengan perasaan, keyakinan, pikiran dan keinginan; menjauhi perbuatan yang melanggar norma-norma dan aturan; dan mengutamakan kepentingan bersama; kesemuanya itu harus menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan. Misalnya ada seorang pegawai yang taat menjalankan perintah atasan demi kepentingan organisasi tempatnya bekerja. Namun jika perintah itu menabrak norma dan aturan yang ada, maka si pegawai tidak bisa dikatakan telah berlaku jujur meski ia berusaha maksimal untuk kepentingan perusahaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline