Lihat ke Halaman Asli

Hari Hariadi

Staf Riset dan Publikasi

3 Alasan Indonesia Jangan Jadi Tuan Rumah Asian Games 2019

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Vietnam mengundurkan diri sebagai tuan rumah Asian Games (AG) 2019. Alasannya?Biaya penyelenggaraan yang terlalu mahal. Kementerian Olahraga Vietnam telah mengalokasikan dana sebesar kurang lebih 150juta Dollar AS untuk pengelenggaraan pesta olahraga bangsa-bangsa Asia itu. Namun para pakar ekonomi mengatakan biaya ini dapat membengkak lima kali lipat, bahkan dapat mencapai 1 Miliar Dolar AS. Jumlah ini setara dengan biaya untuk penyelenggaraan AG tahun ini, yang diadakan di Incheon, Korea Selatan.

Masyarakat Vietnam rupanya juga tidak antusias menyambut AG ini. Kritik bertebaran di aneka laman dan jejaring sosial. Bagi mereka, dana yang dialokasikan untuk penyelenggaraan AG lebih baik dialihkan untuk kepentingan lain, terutama untuk mengatasi krisis ekonomi yang masih melanda negeri itu.Keputusan menarik diri sebagai tuan rumah ini disambut baik oleh mayoritas rakyat Vietnam. Vienam terpilih menjadi tuan rumah AG 2019 pada tahun 2012, mengalahkan kota Surabaya. Calon lainnya, Dubai (Uni Emirat Arab), menarik diri pada saat-saat terakhir pemilihan.

Tidak akan ada penawaran baru menyusul mundurnya Vietnam. Artinya, Komite Olimpiade Asia (OCA) akan menunjuk langsung tuan rumah pengganti Vietnam. Dalam hal ini, ada kemungkinan kota Surabaya ditunjuk untuk menggantikan Vietnam. Tempat penyelenggaraan AG 2019 akan diputuskan pada bulan September 2014 di Incheon.

Menaggapi hal ini, Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo menyatakan kesiapan Indonesia. Namun pendapat sebaliknya dikemukakan oleh Ketua Umum KONI Pusat Tono Suratman. Menurutnya Indonesia belum layak menjadi tuan rumah AG dengan alasan prestasi dan infrastruktur.

Saya termasuk yang berpendapat sebaiknya Indonesia menyatakan ketidaksediaanya. Alasannya?Pertama, masalah biaya. Penyelenggaraan AG memerlukan dana hingga triliunan rupiah. Di saat yang sama, masih banyak penduduk miskin di negeri ini. Mereka belum mendapatkan pekerjaan dan pelayanan dasar semisal pendidikan dan kesehatan yang layak.Bukan hanya di daerah-daerah seperti Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara yang relatif masih “tertinggal”, melainkan juga di daerah-daerah yang ekonominya lebih makmur seperti Jawa dan Sumatera. Jadi lebih baik dana triliunan rupiah ini digunakan untuk mengatasi kemiskinan, membangun sekolah, puskesmas, rumah sakit, dan infrsstruktur lainnya seperti jalan raya dan jalur kereta api. Agaknya, karena alasan biaya inilah, disamping waktu persiapan yang mepet, beberapa negara sudah menyatakan penolakannya menggantikan Vietnam, seperti Singapura, Malaysia, dan Taiwan.

Kedua adalah masalah prestasi. Ketimbang menghambur-hamburkan uang untuk AG, lebih baik Indonesia berkonsentrasi untuk meningkatkan prestasi olahraganya. Saat ini jangankan di tingkat Asia dan dunia, di tingkat Asia Tenggara saja prestasi Indonesia tertatih-tatih. Indonesia telah disaingi oleh negara-negara seperti Thailand dan Vietnam. Memang Indonesia menjadi juara umum saat SEA Games ke-26 diselenggarakan di Jakarta dan Palembang tahun 2011 lalu. Namun diragukan apakah prestasi ini akan berkelanjutan. Pasalnya, seperti halnya negara-negara Asia Tenggara lainnya, ada kecenderungan Indonesia hanya mengejar perolehan medali dengan mempertandingkan cabang-cabang olahraga yang kurang populer. Seharusnya Indonesia tidak lagi mengejar target juara umum SEA Games. Biarlah SEA Games diperuntukkan bagi atlet-atlet muda untuk mengasah kemampuan dan menambah pengalaman.

Ketiga, masalah manajemen. Belajar dari pengalaman penyelenggaraan SEA Games 2011 lalu, banyak persiapan yang molor. Belum lagi kasus korupsi yang hingga kini masih belum tuntas. Mengatasi masalah ini bukanlah perkara mudah karena berkaitan dengan faktor penegakan hukum, mental, dan budaya.

Berdasarkan ketiga alasan di atas, sudah selayaknyalah Indonesia tidak memaksakan diri menjadi tuan rumah. Pertanyaannya, maukah kita secara resmi menolaknya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline