Penggunaan media sosial mempunyai peranan yang cukup besar dalam sistem perubahan sosiokultural di masyarakat. Berkat media sosial, jarak tidak lagi menjadi kendala dalam kehidupan masyarakat, dan media sosial telah menjadi faktor penting dalam perubahan sosial dan budaya masyarakat. Media sosial merupakan kekuatan sosial yang menyerbu situasi sosial tertentu dari luar masyarakat dan membawa perubahan dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat. Penggunaan media sosial di masyarakat telah menciptakan jalan raya tidak hanya dalam perekonomian dunia tetapi juga dalam sosial budaya. Media sosial mengaburkan batas-batas budaya. Dengan kata lain, ketika orang menggunakan media sosial, perbedaan antar budaya akan hilang, namun ketika orang menggunakan media sosial, budaya menjadi kabur. Informasi yang tersedia di seluruh dunia tidak lepas dari penggunaan media.
Budaya merupakan ciri khas masyarakat dan tidak lepas dari pengaruh media sosial. Penggunaan media sosial mempunyai dampak negatif dan positif bagi masyarakat. Dampak positif penggunaan media sosial terhadap masyarakat jelas telah membawa banyak perubahan sosial dan budaya dalam masyarakat demi kemajuan kehidupan, namun dampak negatif penggunaan media sosial terhadap masyarakat cenderung membawa perubahan sosial dan budaya dalam suatu masyarakat.
Dengan demikian masyarakat sekarang akan menjadi ketergantungan dengan adanya media sosial. Hal tersebut terjadi akibat dari terpengaruhnya kehidupan masyarakat sehari-hari. Masyarakat membuka media sosial hampir 3 jam perharinya, hal ini bisa dikatakan media sosial membentuk kebutuhan manusia yang baru. Mereka mengakses informasi ke media sosial sebagai tempat informasi yang lebih konkrit dibandingkan media informasi lainnya.
Perubahan yang berlangsung dalam jaringan sosial masyarakat sebagai perubahan pada segala bentuk kesepadanan jaringan sosial masyarakat. Perubahannya pada suatu organisasi kemasyarakatan dalam satu masyarakat yang dapat berpengaruh pola kehidupan sosial masyarakat, diantaranya perubahan tersebut yaitu perubahan norma, kebiasaan dan tingkah laku diantara golongan-golongan masyarakat. Dengan adanya media sosial masyarakat bisa berinteraksi langsung dengan presiden untuk menyamapaikan aspirasi masyarakat terkait dengan pemerintahannya.
Sebelum adanya media sosial, masyarakat menyampaikan aspirasinya melalui demonstrasi di depan istana presiden, tetapi saat ini dengan adanya media sosial masyarakat dapat menyampaikan aspirasinya melalui media sosial, misalnya melalui Twitter. Selain pengaruh positif yang ada di atas, pengaruh negatif juga sering kali terjadi dalam masyarakat. Dengan adanya media sosial, masyarakat menjadi sering konflik di antar golongan-golongan tertentu di dalam masyarakat yang berlatar belakang suku, ras maupun agama yang ada di dalam masyarakat tersebut. Masyarakat sering kali memakai media sosial menjadi alat untuk memecah belah persatuan, dengan mengatasnamakan agama biasanya masyarakat menggunakan media sosial menjadi alat agar dapat memecah belah persatuan yaitu dengan menyebarkan berita-berita yang tidak benar kepada masyarakat melalui media sosial.
Secara tidak disadari, media sosial sangat mempengaruhi terwujudnya satu golongan-golongan sosial dengan menegakkan norma, prinsip dan etika tertentu tujuannya yaitu agar mereka merubah sistem yang telah ada selama ini di dalam masyarakat. Kelompok-kelompok media sosial tersebut lebih mudah terpengaruh oleh keadaan kestabilan satu negara. Tidak hanya itu, pengguna media sosial sering mengundang kontroversi sehingga tidak jarang berujung konflik.
Apabila dilihat dari latar belakang hubungan sosial masyarakat, pengaruh media sosial terhadap perubahan budaya masyarakat terbentuk akibat terlalu gampangnya manusia berinteraksi satu sama lain dengan media sosial, sehingga interaksi sosial yang ada di realitas akan semakin menurun dan orang akan lebih suka berinteraksi melalui media sosial. Manusia tidak perlu lagi berjumpa langsung dengan manusia lain untuk berinteraksi atau hanya untuk menyapa saja, kemudian ini akan dapat membentuk sistem kehidupan masyarakat yang semakin tertutup dan menjadikan manusia semakin suka hidup menyendiri.
Film The Social Dilemma berpusat pada dampak sosial dan budaya dari penggunaan media sosial terhadap pengguna biasa. Ini memiliki fokus pada bentuk modifikasi perilaku dan manipulasi psikologis yang diaktifkan secara algoritmik. Selain itu, film ini menggambarkan serangkaian tema terkait termasuk kecanduan teknologi, berita palsu, depresi, dan kecemasan.
Kecanduan teknologi menjadi tema dalam film dokumenter tersebut dan berhubungan dengan sisi gelap media sosial yang merupakan hasil inovasi kebudayaan komunikasi. Salah satu orang yang diwawancarai, Tim Kendall, mantan direktur Facebook, berbicara tentang tujuan Facebook yang mengkhawatirkan: memperbarui aplikasi dengan peningkatan kecanduan untuk meningkatkan keterlibatan secara konsisten. Ketika tujuan media sosial berubah dan semakin populer di masyarakat kita, media sosial, seperti yang digambarkan Harris, tidak lagi dianggap sebagai alat. Berbeda dengan alat yang digunakan secara eksklusif saat dibutuhkan oleh masyarakat, platform media sosial berupaya menarik pengguna agar mengeklik aplikasi untuk mendapatkan konten tambahan.
Misinformasi dan berita palsu umumnya tersebar di media sosial, dan pengguna tidak dapat membedakan antara berita palsu dan nyata sehingga mengakibatkan perbedaan ideologi dan perpecahan masyarakat. Membenamkan pengguna dalam aplikasi ini terhadap informasi yang tak terhitung jumlahnya, menurut Kendall, berpotensi menyebabkan terhadap ketegangan dalam masyarakat.
Film The Social Dilemma juga berbicara tentang bagaimana media sosial dapat menyebabkan depresi dan membuat penggunanya cemas. Jonathan Haidt, seorang psikolog sosial dan penulis, menyoroti pengaruh media sosial terhadap depresi dan kecemasan, terutama pada remaja muda. Film dokumenter tersebut melaporkan statistik tentang depresi, tindakan menyakiti diri sendiri, dan bunuh diri yang menyebabkan rawat inap, khususnya pada remaja putri Amerika akibat penggunaan media sosial. Jumlah rawat inap tetap stabil hingga sekitar tahun 2011 dan meningkat secara signifikan sebesar 62 persen pada remaja perempuan yang lebih tua (usia 15--19 tahun) dan meningkat 189 persen pada remaja perempuan yang lebih muda (usia 10--14 tahun) sejak tahun 2009 di Amerika Serikat. Pola yang sama juga terlihat pada tingkat bunuh diri, yang meningkat sebesar 70 persen pada remaja perempuan yang lebih tua dan 151 persen pada remaja perempuan yang lebih muda dibandingkan tahun 2001--2010. Menurut wawancara Haidt, orang-orang yang lahir setelah tahun 1996 tumbuh dalam masyarakat yang menganggap penggunaan media sosial sebagai hal yang lumrah, sehingga menghasilkan paparan konten yang berlebihan secara konsisten sejak usia muda. (Jafri, 2021)