Lihat ke Halaman Asli

Keniscayaan Ujian Kehidupan

Diperbarui: 4 Agustus 2017   20:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh: Masyhari

Sebuah kata bijak menjadi nasehat buat kita.

"Nafsu" manusia tiada berujung, jangan pusingkan dan paksakan diri kita untuk penuhinya"

Kata pepatah, "Anjing menggonggong, kafilah berlalu."
Kisah seorang bapak dan anaknya bersama seekor keledainya bisa jadi pelajaran.

Fokuslah pada urusan kita, tak perlulah kita pusingkan apa kata orang, selama yg kita lakukan adalah kebenaran. Karena kita yang bertanggung jawab atas kehidupan kita. Bukan orang lain.

Apabila kita telah bertekad bulat, pasrahkan segala urusan kepada Allah. Secara rutin lakukan introspeksi diri, muhasabah, dan jangan lupa sowan kepada yang lebih senior dan berpetuah, minta nasehat dan petuahnya. Kalau perlu curhatlah, semoga ada solusinya.

Allah SWT ciptakan kehidupan ini bukan untuk bersantai saja. Ada problem dan ujian yang mewarnai. Makin tinggi pohon, makin besar angin yang menerpa. Ujian datang tiada lain untuk memastikan adakah kita termasuk insan yang beriman, yang mau bersyukur atas segala nikmat: kasur, sumur, bubur dan umur, serta bersabar atas musibah, ujian berat dan petaka.

Ini sudah difirmankan jelas oleh-Nya.
"Alif lam mim. Adakah manusia mengira mereka akan dibiarkan begitu saja mengatakan "kami beriman" tanpa diuji?"
Oh tidak. Ujian adalah keniscayaan.

Namun, "Sungguh menakjubkan orang yang beriman itu. Setiap spasi, detik dan titik dalam hidupnya dipenuhi dengan rasa bahagia dan senyum merekah. Semua dihadapi seakan-akan baik-baik saja. Betapa tidak? Saat ia ditimpa satu keburukan, ia sabar. Dan, saat menerima hadiah kenikmatan, ia bersyukur." Demikian kira-kira sabda Rasulillah saw.

Tetaplah steykool, kata Rizal Mubit, dan woles saja. Kuatkan diri. Yakinlah, ujian yang kamu hadapi jauh lebih kecil daripada yang pernah dihadapi insan lainnya di dalam sejarah kehidupan ini.
"Bersabarlah, sebagaimana para Rasul Ulul Azmi, Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad." Mereka naik kelas dan mendapatkan prediket Ulul Azmi itu karena sabar menerima ujian yang maha berat dan dahsyat.

Ya, kamu bukan Nabi atau Rasul. Kamu hanyalah manusia biasa. Tak luput dari dosa. Namun, lebih baik dari itu, segeralah kembali, karena kehidupan harus terus dijalani. Perbanyak istighfar, dan salatlah, bermunajat kepada-Nya, curhatlah pada-Nya. Semoga segala gundah kan sirna, dan badai pasti berlalu segera. Jangan sedih dan berputus asa. Karena Allah selalu bersama kita. La tahzan innallah ma'ana.

Cirebon, 04 Agustus 2017 M/ 11 Dzulqa'dah 1438 H
Pernah dimuat di dalam akun fb penulis




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline