Lihat ke Halaman Asli

Hari Bagindo Pasariboe

Statistician @ Indonesian Statistics

Silangit di Siborong-borong: Unfinished Business

Diperbarui: 2 September 2016   11:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya mencoba mensarikan perjalanan pulang kampung. Sebenarnya tidak ada niat untuk melakukannnya. Keharusan dan kemendesakan pulalah yang mengharuskan saya untuk tetap melakukan perjalanan ini. 

Siborong-borong adalah tujuan saya pulang kampung berhubung mertua yang saya kasihi meninggal 22 agustus yang lalu. Tapi bukan hal ini yang menjadi inti cerita. Saya mencoba membandingkan perjalanan terakhir saya ini dengan perjalanan pulang kampung sebelumnya yang telah saya lalui.

Pertama yang saya alami adalah perubahan manajemen transportasi yang saya pilih. 

Sebelum beroperasinya bandara Silangit, rute pesawat dari Jakarta dan mendarat di Polonia Medan atau sekarang Kualanamo di Deli Serdang lalu di lanjutkan perjalanan darat menggunakan bis sedang/travel selama 6 jam menuju Siborong-borong. Sekarang pesawat  dari Jakarta langsung ke Silangit dan 20 menit kemudian sudah tiba dirumah. Ketidakharusan menjalani perjalanan darat selama 6 jam dari Medan ke Siborong-borong ini tentu mengurangi kelelahan perjalanan pulang kampung yang selama in saya alami.

Sebagai catatan dan kalau boleh jujur, bandara Silangit saat ini masih merupakan bandara yang terburuk yang  pernah saya sambangi. Semua fasilitas masih jauh dari ideal. Boleh dikatakan bandara daruratlah tepatnya, meskipun pesawat sedang sekelas boeing 737 seri 500 armada Sriwijaya atau milik Garuda dapat dengan mulus mendarat di jalur pacu Silangit. 

Minimnya fasilitas bandara Silangit tidak menyurutkan minat wisatawan maupun pelancong dan warga yang sekedar pulang kampung. Bahkan sebagian  masyarakat lebih memilih untuk mendarat pertama di Silangit kemudian melanjutkan ke kota-kota selanjutnya seperti Tarutung, Balige dikarenakan jalan yang lebih lancar dan waktu tempuh yang lebih terukur bila di bandingkan bila mendarat di Kualanamo dan di hadapkan oleh kepadatan jalan dan kemacetan menuju ke tujuan selanjutnya.

Jika tidak ada kerabat yang menjemput, urusan dengan calo dan taksi gelap adalah sesuatu yang tidak bisa di hindari. Hal ini di karenakan Jarak dari area bandara ke jalan utama meskipun tidak terlau jauh hanya sekitar 1 kilo meter belum tersedia feeder/kendaraan pengumpan yang dapat membawa penumpang keluar dari area bandara menuju jalan utama dimana tersedia angkutan penghubung ke kota-kota sekitar (Balige-Tarutung-Samosir, dll) . Selamat berjuanglah bang! agak keraslah permainannya. Mencari tumpangan kepada sesama penumpang sewaktu menunggu keberangkatan dengan menyapa dan mengobrol selama di pesawat bisa menjadi jalan buat solusi masalah ini. "Bertanya supaya tidak tersesat!", cocok di terapakan pada situasi seperti ini.

Imajo Sahatna!

Mauliate Godang/Warmest regard

Hari Bagindo




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline