Awal pekan lalu Ahmad Dhani dipilih sebagai salah satu tim kerja Wakil Gubernur terpilih Sandiaga Uno untuk bidang pariwisata, seni dan budaya. Banyak warganet yang mendukung serius, namun yang mencibir sinispun tak kalah banyak. Ihwal keikutsertaan Ahmad Dhani yang dibumbui dengan pernyataannya mengenai museum di Jakarta ini kontan menuai kontroversi.
Dalam salah satu kesempatan, Ahmad Dhani mengatakan bahwa Jakarta saat ini tidak beradab karena Pemprov hanya fokus pada pembangunan fasilitas fisik, tetapi mengabaikan pembangunan museum.
"Ya semua tahulah bahwa Jakarta ini kota kurang beradab, harus ada peradaban, butuh peradaban. Selama ini Ahok cuma bisa membangun jembatan, jalan, sama gedung," kata Dhani dalam wawancara dengan Kumparan (03/07).
Dari pernyataan ini, tampaknya Mas Dhani harus sering membaca mengenai apa itu peradaban. Peradaban dalam arti kata luas tentunya. Apakah Jakarta butuh peradaban? Kalau sudah banyak membaca mengenai apa itu peradaban, suatu saat akan paham bahwa Jakarta adalah peradaban itu sendiri.
Kontroversi keterlibatan Ahmad Dhani ini melebar di kalangan penggiat budaya dan penikmat museum hingga Tim Ahli Cagar Budaya Pemprov DKI pun angkat bicara. Kepada Kumparan Tim Ahli Cagar Budaya membantah anggapan Ahmad Dhani bahwa Jakarta tidak fokus dalam pembangunan museum.
"Museum di Jakarta sudah mulai berkembang. Jangan hanya melihat fisiknya, tapi manajemennya juga. Jumlah pengunjung bertambah dari tahun ke tahun. Minat ke museum itu sudah tumbuh dari masyarakat, sudah ada komunitasnya sendiri," ujar Tim Ahli Cagar Budaya Pemprov DKI Chandrian Attahiyat.
Pernyataan lain yang menuai keraguan kawan-kawan saya penggiat museum adalah mengenai klaim Ahmad Dhani yang menyatakan bahwa dirinya adalah orang yang paham museum.
Pada kesempatan lain, Ahmad Dhani menyebutkan bahwa museum-museum di Jakarta tidak terurus dan tanpa AC. Dia mencontohkan tentang bagaimana ketidakpuasannya saat mengunjungi museum Fatahillah.
"Saya pernah melihat Museum Fatahillah, enggak puas saya itu melihat Museum Fatahillah. Tidak seperti museum-museum di London dan Amsterdam, kayak misal London kan ada museum perang ada kapal perang," ungkap Ahmad Dhani Kepada Liputan 6
Pertanyaan terbesar saya-dan rekan-rekan adalah seberapa banyak museum yang pernah beliau kunjungi, saya khawatir beliau baru mengunjungi msueum Fatahillah dan menyimpulkan bahwa semua museum di Jakarta seperti itu, karena beberapa museum seperti Museum Nasional, Museum BI, Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Museum Sumpah Pemuda dan Museum Joang 45 sepengetahuan saya sudah tertata begitu apik dan modern.
Beberapa bagian memang tak bisa di-modernisasi mengingat harus mempertahankan kesan aslinya. Museum Sasmita Loka, Museum Ade Irma Nasution dan Museum Joang 45 misalnya, konsep tata bangunan, arsitektur baik interior maupun eksteriornya tentu tidak bisa diubah demi mempertahankan keaslian bangunannya.
Untuk menambah aksen futuristik tanpa menghilangkan kesan historisnya, beberapa komponen interior modern, aksen minimalis dan perangkat gawi serta audio visual yang mumpuni sudah ditambahkan dengan apik seperti di museum Kebangkitan Nasional, Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Museum Nasional, Museum BI serta Museum/Gedung Antara di Pasar Baru.
Saya pun agak kurang setuju dengan pernyataan Mas Dhani mengenai sarannya untuk membangun banyak museum di Jakarta. Saat diwawancara Kumparan, Dhani menyatakan, "Ya banyak. Membangun banyak museum. Menjadikan kota Jakarta menjadi kota seni. Misalnya pembangunan ruko atau gedung apartemen harus ada desain yang baik. Itu yang diperlukan oleh Jakarta, tidak asal bangun. Selama ini Kota Jakarta, kota tanpa peradaban."