Lihat ke Halaman Asli

Bumi Manusia, Roman tentang Kebangkitan dan Perlawanan

Diperbarui: 21 Mei 2017   10:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bumi manusia mengangkat tema pergerakan nasional diawal pertumbuhannya.

[caption caption="Sumber: goodreads"][/caption]

Buku ini meramu cerita tentang bagaimana tunas-tunas kesadaran terhadap penindasan dan kolonialisasi mulai tumbuh malu-malu di penghujung dasawarsa 1800an.

Rasa sadar itu timbul bukan dari seorang terpelajar, tapi dari seorang wanita simpanan Meneer Belanda-yang oleh banyak masyarakat dianggap tak bersusila, nyai Ontosoroh.

Nyai digambarkan sebagai wanita keras kepala namun anggun dan pandai memainkan perannya sebagai wanita tak terpuji, ditengah adat Jawa yang mengharuskan wanita patuh terhadap etika ketimuran yang sangat kental.

Menjadi seorang simpanan tak menyurutkan Nyai Ontosoroh untuk belajar membaca dari Meneernya, diam-diam Nyai mulai mengenal beragam ilmu dan sudut pandang dunia modern.

Kegemarannya membaca menumbuhkan kesadaran atas kolonialisme dan pandangan modern Eropa akan hak-hak dasar manusia yang selama ini tak didapatnya sebagai manusia di tanah jajahan.

Tokoh sentral lain adalah Minke, seorang pribumi yang memiliki kesempatan langka dapat bersekolah di HGS School, sekolah belanda.

Minke adalah seorang remaja tanggung pribumi asli yang tergila-gila pada Eropa, tergila-gila pada ilmu pengetahuan- dan tergila-gila pada kecerdasan Nyai Ontosoroh.

Kisah percintaan antara Minke dengan putri Nyai Ontosoroh, Anneilis membawa Roman ini pada konflik-konflik yang begitu dinamis tak berkesudahan.

Dalam buku ini Nyai dan minke digambarkan sebagai sosok-sosok yang mulai berpikir bahwa tanah Jawa tengah dijajah oleh mereka yang bukan pemegang hak atas apapun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline