Lihat ke Halaman Asli

Batavia, dari “Koningen van Oosten” hingga “Graf de Hollanders”

Diperbarui: 16 Mei 2016   20:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Museum Bahari (Dok. Pribadi)

Tak banyak yang tahu bahwa Jakarta,  kota terbesar di Asia Tenggara ini, saat pertama kali pembangunannya sempat menyandang nama besar yang dikenal tak hanya di kalangan Hollanders, namun oleh banyak saudagar hingga pelancong di seluruh belahan dunia, Timur Jauh, Asia Selatan hingga Eropa. Batavia, “the queen from the east” atau “Koningen van Oosten” begitulah kota ini termahsyur kala itu.

Sejak diambil alih oleh VOC pada akhir abad ke-16, Batavia menjadi markas besar VOC wilayah timur. Batavia tumbuh dan berkembang pesat menjadi kota perdagangan yang tak bisa dipandang sebelah mata. Kastil dibangun, dikelilingi empat bastion megah di setiap sudutnya. Bebebrapa puluh tahun sejak kastil dibangun -selama periode 1652-1771- gudang penyimpanan komoditas dagang VOC-terutama rempah dan bahan pangan (westzijdse pakhuizen dan oostzijdse pakhuizen) pun didirikan dalam skala yang tak bisa dibilang kecil pada zamannya.

Peta Artistik Kota Batavia (Dok. pribadi)

Rancangan artistik kota Batavia (Dok. Pribadi)

Jika di wilayah utara Pemerintah Kolonial membangun benteng, gudang dan merevitalisasi pelabuhan Sunda Kelapa, beberapa ratus meter dari sana, dibangun ratusan kanal untuk mengeringkan rawa-rawa yang menggenangi wilayah sekitaran Kota Tua sekarang. Permukiman modern dibangun dan gerbang-gerbang besar didirikan. Batavia dengan segala modernitasnya berubah menjadi kota mewah nan ekslusif.

Kekuatan VOC tak hanya soal dagang, pemerintah Kolonial ternyata tergiur untuk menguasai Batavia secara politik. Karena letaknya yang strategis, Batavia tak hanya diubah menjadi pusat perdagangan, namun disulap menjadi sebuah kota untuk menguasai seluruh Nusantara.

Museum Bahari

Salah satu peninggalan yang masih bisa kita lihat hingga hari ini adalah Westzijdse Pakhuizen serta menara syahbandar.  Di balik kumuhnya Jalan Pasar Ikan wilayah Sunda kelapa, kedua bangunan yang kini menjadi bagian dari museum Bahari ini masih kokoh berdiri. Menyisakan kebesaran yang masih bisa dilihat dari megahnya Batavia tempo dulu. 

Dari 4 kompleks gudang yang dibangun, hanya Westzijdse Pakhuizen yang masih berdiri. Westzijdse Pakhuizen merupakan gudang bagain barat dari pelabuhan Sunda Kelapa yang diperuntukan sebagai tempat penyimpanan segala macam bahan-bahan rempah dan penyedap makanan mulai dari cengkeh, pala, lada hingga bahan-bahan pangan. Semua logistik yang menuju dan keluar dari Sunda Kelapa akan melewati penyimpanan di Westzijdse Pakhuizen.

Sibuknya perdagangan yang melewati Sunda Kelapa membuat bangunan-bangunan besar ini mengalami perluasan dan renovasi. Kesibukan Sunda Kelapa kala itu juga tergambar dalam sebuah catatan register pengeluaran dan pemasukan barang dagang VOC serta segala hitung-hitungan akuntansinya. Naskah itu diterjemahkan dan di kutip oleh Arsip Nasional, “Daghregisters van het Kasteel Batavia

Kembali ke museum Bahari. Museum yang dikenal angker ini menyimpan banyak koleksi tentang kemaritiman Nusantara, mulai dari alur sejarah penemuan perahu jukung, cadik hingga kisah legendaris kapal Phinisi yang berhasil menaklukan samudra Pasifik dan berlayar hingga Vancouver, Kanada.

Bagi saya, bagian terbaik dari museum ini justru bangunannya sendiri dan segala cerita dibaliknya. Bangunan yang selesai dibangun tahun 1700-an ini masih terlihat seperti asli. Lantainya terbuat dari batu alam pekat, jendela dengan ukuran daun yang tinggi membuat hawa di dalam gedung begitu sejuk, meskipun berada di iklim pesisir. Kayu-kayu besar penopang tubuh gudang ini tak sedikitpun lekang dimakan rayap. Kokoh dan menciptakan atmosfer antik yang otentik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline