Lihat ke Halaman Asli

Ubud: Kala Alam, Budaya, dan Religi Menyatu dalam Harmoni

Diperbarui: 9 November 2015   22:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kata orang, bumi Pasundan diciptakan saat Tuhan sedang tersenyum. Jika demikian, maka Tanah Ubud diciptakan Tuhan saat Ia tengah menunjukan kemahaindahan dan kemahakreatifan-Nya. Terhampar berbukit pada ketinggian 300 meter di atas permukaan laut, Ubud menyuguhkan selaksa objek wisata yang takkan kuasa ditolak oleh siapapun yang mendambakan ketenangan, menggemari seni atau sekadar menggandrungi wisata religi.

Lajur-lajur sawah yang menghijau sepanjang tahun, lembah-lembah kaya akan mata air, orang-orang yang begitu hangat serta budaya dan aura religi yang begitu kental itulah yang nyatanya telah menyedot begitu banyak wisatawan untuk menghabiskan waktu liburan di Ubud.

Sayangnya, kemahsyuran Ubud ini belum diketahui oleh banyak wiasatawan Domestik. Beberapa Kawan saya sedikit mengernyitkan dahi saat Saya menyebutkan nama ‘Ubud’. Banyak yang tak begitu mengenal Ubud, tak seperti saat disebut nama ‘Kuta’, ‘Legian’ maupun ‘Uluwatu’ yang telah meraup popularitas jauh lebih dulu.

Ihwal itu lah yang menginspirasi Kompasiana bersama Kementrian Pariwisata Indonesia untuk menggelar acara #BlogTrip ke Wilayah Ubud, Gianyar, Bali. Acara ini diikuti oleh 10 Kompasianer terpilih yang sebelumnya telah menulis pengalamannya mengunjungi pesona budaya di seluruh penjuru Indonesia. Dengan harapan, Ubud dapat menggeliat menjadi salah satu pesona wisata di Kab. Gianyar yang menjanjikan, membuat wilayah berbukit ini terutama dikenal oleh wisatawan domestik maupun Asing.

Satu- persatu keunikan ini dikunjungi dalam waktu dua hari, banyak keunikan-keunikan tak terduga yang dapat pengunjung temui di Wilayah Ubud. Keunikan yang kelak akan menjadi kekuatan tersendiri bagi Ubud untuk dikenal lebih oleh wiasatwan.

Ubud, surga inspirasi pecinta seni

Seniman pada umumnya menggandrungi tempat yang membawa ketenangan, maka tak heran jika sejak puluhan tahun lalu, banyak seniman yang jatuh cinta, terinspirasi bahkan memutuskan tinggal di Ubud sebagai wujud pengabdiannya pada kesenian.

Adalah Don Antonio Blanco, seorang seniman berdarah Spanyol, yang baru berhasil merampungkan pendidikan seni di Amerika Serikat mulai mengepakkan karya dan mengembangkan naluri seni nya di Ubud. Raja Ubud saat itu, Tjokorda Gde Agung Sukawati menerima seniman asing ini dengan tangan terbuka. Hal ini sebenarnya sedikit janggal di kalangan Puri, karena pada umunya Puri adalah tempat suci yang terbatas dari orang luar, terlebih orang asing.

Atas kebaikan Raja Ubud inilah, Don Antonio Blanco berhasil menemukan begitu banyak inspirasi dari kehidupan tradisonal masyarakat Bali di awal tahun 1950-an. Pada Tahun 1952 Antonio Blanco mulai menetap di daerah Campuan, Ubud. Kemudian menikah dengan seorang gadis Bali penari tradisional, bernama Ni Roji. Sejak saat itulah, Antonio Blanco mulai menekuni aliran melukisnya: Ekspresionis romantis!

Pintu unik masuk menyambut kami di depan Museum Antonio Blanco (Dok. Pribadi)

Masterpiece Antonio Blanco ini dapat pengunjung temui dengan mudah di Museum Antonio Blanco, berlokasi di desa Campuan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali. Museum yang mulai dibangun tahun 1998 ini menyuguhkan pameran ekslusif yang memajang sekitar 150 lukisan yang sebagian besar menggambarkan kecantikan wanita beserta seluk-beluk budaya tradisional Bali. Uniknya, lukisan-lukisan ini dibalut pula dalam bingkai yang didisain sendiri oleh Antonio Blanco.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline