Lihat ke Halaman Asli

Masih Merayakan Kemeriahan KAA

Diperbarui: 20 Juni 2015   00:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada yang berbeda dengan wajah Bandung dan Jakarta pertengahan April lalu. Di kedua kota itu beberapa jalan protokol bersolek, taman dipercantik dan hampir semua fasilitas umum dibenahi. Ratusan bendera bangsa-bangsa Asia Afrika dikibarkan dengan harmonis di sepanjang jalan-jalan protokol. Si sosialita Jakarta dan si anggun Bandung seakan berlomba, berpacu untuk membuktikan bahwa kedua kota besar ini mampu menjamu dan menyambut ratusan tamu dari negara-negara senasib-sepenanggungan dalam sebuah gelaran peringatan yang begitu besar. Peringatan Konfrensi Asia Afrika ke-60.

Keduanya memamerkan beragam kelebihan dan atraksi serta keunikan masing-masing. Jika Jakarta menonjolkan diri sebagai tempat berbisnis dan investasi yang menjanjikan bagi negara-negara sahabat, maka Bandung mempromosikan dirinya sebagai kota elok nan kreatif, menyuguhkan keramahan dan persaudaraan yang paling tidak sudah terjalin sejak 60 tahun silam, saat gong Konferensi Asia Afrika pertama kali ditabuh.

Setiap tahun,  KAA diperingati, namun paling tidak baru ada satu peringatan besar yang masih terngiang di kepala saya sebagai generasi yang pernah mengalaminya. Tahun 2005 menjadi awal mula diperingatinya KAA dengan begitu meriah di Bandung dan Jakarta. Tol Cipularang yang menggabungkan kedua kota dipercepat pembangunannya untuk persiapan moment penyambutan dan napak tilas. Jalan dipercantik dan Bandung berhasil menggelar peringatan KAA kala itu dengan gilang gemilang.

Kini, berselang sepuluh tahun, saat KAA sudah mencapai usia enam puluh tahun, peringatan KAA pun digelar kembali dengan skala kemeriahan yang cukup menyedot atensi masyarakat, paling tidak di Jakarta dan Bandung. Tema south to south, perpaduan warna merah-hijau yang elok, logo yang senada dan poster-poster menarik membuat kedua kota ini begitu meriah.

 

Bendera berjejer cantik (Dok. Pribadi)

Bandung Bersolek

Bagi saya, Bandung lebih menyita perhatian. Dibawah asuhan walikota  dan gerakan yang begitu serempak dari semua warganya, Bandung kembali berhasil menyambut negara-negara sahabat dalam peringatan enam puluh tahun KAA tersebut. Kerinduan akan spirit KAA 60 tahun silam sedikit terobati, Jalan Asia Afrika dipercantik dengan ornamen batu-batu bertuliskan negara-negara sahabat. Seakan menyimbolkan bahwa nama negara-negara mereka terpahat kuat dalam ingatan warga Bandung. Tertulis di atas batu agar tak lekang dimakan waktu.

Gambar tokoh-tokoh dunia yang berasal dari kedua benua diabadikan dalam karya pop art yang memukau. Digambar berdampingan, mengisi ruang-ruang diantara kibaran bendera di sepanjang jalan Braga hingga Asia Afrika. Meski tokoh-tokoh itu sudah tiada, namun senyum dalam karya pop art itu seolah menyambut siapa saja yang mendatangi tempat peringatan KAA ini.

 

Seni poster unik, Ali Sastroamidjojo dan Mohammad Ali Bogra (Dok. Pribadi)

60 Tahun lalu, KAA diselenggarakan di Gedung Merdeka. Kini gedung yang dulunya bernama Sociate Concordia ini jauh lebih cantik dan anggun. Renovasi interior dan eksterior dilakukan di beberapa bagian penting yang cukup mencolok. Beberapa ruangan di dalam gedung dipugar, diantaranya ruang main hall yang poles ulang dengan cat putih bersih, ruang selasar kiri dan selasar kanan lantainya dipasang batu granit, serta ruangan VIP 1 2 5 6 7 yang tak ketinggalan dipercantik. Di bagian luar, halaman serta tembok depan pun dipoles kembali. Renovasi estetik ini Menjadikan Gedung Merdeka spot berfot yang sempurna.

 

Gedung Merdeka (www.fokusjabar.com)

Tak hanya berhenti di sekitar areal Gedung Merdeka, pembenahan di lakukan di alun-alun, trotoar depan Mesjid Agung, hingga beberapa taman di tengah kota yang lokasinya jauh dari Gedung Merdeka. Cikapundung tak ketinggalan bersolek, airnya disaring sedemikian rupa hingga terlihat bersih tanpa sampah. Cikapundung waterspot dibangun tepat di tepi sungai dengan konsep yang terbilang unik untuk ukuran di Indonesia. Ruang terbuka dipadupadankan dengan atraksi air mancur bergerak yang diiringi musik berwarna etnik yang menyatu dengan tata lampu dan gerak air mancur yang anggun.

Karnaval

Karnaval menjadi salah satu acara wajib. Parade dari berbagai macam negara dengan kostum yang cukup memukau dipadukan dengan senyum dan keceriaan yang begitu original, membuat karnaval begitu meriah. Ribuan orang tumpah ruah dalam keriaan, melukis jalan Asia Afrika menjadi kanvas yang begitu elok dengan spektrum dan saturasi warna yang memukau.

 

Salah satu peserta karnaval (Dok. Pribadi)

Menteri Pariwisata: Karnaval Asia-Afrika jadi Acara Tahunan

Salah satu kostum yang unik (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/nz/par/15)

 

Seorang pengunjung terpukau dengan peringatan KAA (Dokumen Pribadi)

Bandung Heritage Study Games!

Acara yang tak kalah turut memeriahkan peringatan 60 tahun KAA April silam adalah BHSG! Sebanyak lebih dari 1500 partisipan yang tergabung dalam 350 kelompok mengikuti ajang lomba Bandung Heritage Study Games (BHSG) yang digelar oleh Museum Konprensi Asia Afrika (Sabtu, 25 April 2015 lalu). Ribuan partisipan ini sejak pagi tumpah ruah di sekitar Jl. Baraga hingga Jl. Asia Afrika, memerahkan dan memeriahkan acara peringatan 60 tahun KAA (Konfrensi Asia Afrika) di Kota Bandung.

 

Peserta BHSG tengah melakukan historical walk di depan Gedung Dwiwarna, siap berlomba (Dok. Pribadi)

Jika event lain masih bersifat simbolik dan seremonial, BHSG yang telah digelar untuk kali ketiga ini merupakan ajang yang dirancang untuk mengambil pelajaran dari KAA lebih mendalam. BHSG meningkatkan kesadaran dan pengetahuan kaum muda terhadap seluk beluk peristiwa besar yang terjadi enam puluh tahun silam itu, terhadap latar belakang para pencetus-pencetusnya hingga tentang sejarah Indonesia, negara muda yang mampu menggelar acara tingkat dunia sekelas KAA. Acara ini juga bertujuan menumbuhkan dan membangun jiwa solidaritas peserta terhadap semua negara senasib di Asia dan Afrika.

 

Kemeriahaan Peserta BHSG (Dok. Pribadi)

Acara yang berbentuk race game dengan beberapa sesi quest ini mengambil tempat di pusat kota Bandung, mengambil rute dari Gedung Merdeka hingga Dwi Warna, Kemudian kembali lagi ke Gedung Merdeka. BHSG menuntut pesertanya untuk tidak hanya memeriahkan KAA tetapi menjadikan momentum Peringatan 60 tahun KAA sebagai media untuk memperkaya pengetahuan dan meningkatkan solidaritas terhadap negara KAA.

Euforia Warga dan Solidaritas Bandung.

Fasilitas dan solidaritas yang dibangun untuk sebuah acara besar biasanya usang begitu saja, namun tidak dengan Bandung. Bangku taman, bola dunia, trotoar jalan Braga, paling tidak hingga saat ini semua masih dijaga dengan baik, bukan hanya oleh dinas pariwisata atau dinas tata ruangnya, melainkan oleh warganya. Ornamen-ornamen unik ini dijaga dengan baik oleh warga dengan segenap rasa memiliki bersama.

 

Kemeriahan KAA berpadu dalam solidaritas (Dok. Pribadi)

Solidaritas ini nampak saat ada oknum pengunjung yang merusak fasilitas di depan gedung merdeka, jutaan warga Bandung geram, termasuk Walikotanya, Ridwan Kamil. Warga Bandung telah merasakan bahwa peringatan ini, bersama dengan segala ornamen dan benda fisiknya adalah kepunyaan warga Bandung dan Indonesia. Jika ada yang berniat merusakanya, tentu akan diberikan peringatan sebagai kendali sosial yang memang patut dilaksanakan. Hal ini dibuktikan saat ada warga Bandung yang menaiki kursi dengan berdiri secara tidak santun. Ridwan Kamil segera memberikan peringatan yang hukumannya menjadi sebuah gerakan pembersihan jalan dan trotoar di Jalan Braga.

***

KAA menyisakan euforia yang hingga saat ini menurut saya belum hilang kesannya. Tanggal 24 April 2015 akan tercatat dalam sejarah sebagai hari peringatan KAA yang memukau banyak mata. Akan terukir dalam ingatan bangsa-bangsa yang hadir pada peringatan ini bahwa Bandung, kawan lama yang begitu ramah sudah menjamu dan menerima mereka dengan amat baik. Selain meriah, Peringatan ini menjadi momen yang begitu emosional. Bandung dan Indonesia enam puluh tahun silam telah menjadi kawan yang rela mengulurkan tangan mungilnya untuk turut mengangkat suadaranya, bangsa-bangsa Asia Afrika dari kutuk yang disebut kolonialisme.

Semoga solidaritas ini tetap terjalin hingga delegasi kembali ke Negaranya masing-masing.

 

Saksikan pula kemeriahaan lain hanya di Indonesia Travel

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline