Lihat ke Halaman Asli

Memahami Stabilitas Sistem Keuangan, Meredakan Kepanikan Kenaikan Harga BBM

Diperbarui: 17 Juni 2015   17:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berita dini hari yang mencuri banyak atensi khalayak itu berjudul ‘kenaikan harga BBM’. Kendati dari jauh hari pemerintah sudah memberikan sinyal terkait kenaikan harga BBM ini namun berbagai sentimen, optimisme, cercaan hingga keputusasaan tetap saja mewarnai pemberitaan media keesokan harinya. Kenaikan harga BBM yang mencapai 30% itu telah menimbulkan kepanikan yang semestinya tidak perlu terjadi. Tidak perlu terjadi karena Pemerintah dengan semua komponen lembaga keuangannya tentu telah melakukan study yang komperhensif sehingga langkah yang diambil merupakan langkah yang penuh pertimbangan. Lantas banyak yang berpendapat bahwa kenaikan BBM ini akan turut mempengaruhi stabilitas sistem keuangan Negara kita. Perlu pemahaman dan referensi yang tepat agar kita bisa mengambil benang merah antara kedua hal tersebut. Kita sebagai masyarakat awam perlu meningkatkan kepekaan dan literasi terhadap pengetahuan mengenai apa itu stabilitas sistem keuangan agar bisa menyikapi kenaikan harga BBM ini dengan kepala dingin.

Sistem keuangan adalah kumpulan institusi dan pasar yang mana terdapat interaksi di dalamnya dengan tujuan mobilisasi dana dari surplus unit (pihak yang kelebihan dana) ke defisit unit (pihak yang kekurangan dana), dengan menggunakan instrumen keuangan. Risiko-risiko yang berpotensi menganggu sistem keuangan dan memicu krisis perlu dimitigasi. Krisis ekonomi seperti yang terjadi pada tahun 1998akan membutuhkan dana pemulihan yang amat tinggi (mencapai 51% dari PDB saat itu) sehingga pertumbuhan ekonomi akan dikorbankan untuk upaya pemulihan yang jangka waktunya bisa saja lebih lama dari momentum krisis itu sendiri.

BI selaku pengontrol sistem keuangan, secaramakroprudensial akan memantau secara menyeluruh kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dari setiap fenomena ekonomi yang berpotensi menganggu stabilitas sistem keuangan negara, termasuk inflasi tidak wajar yang salah satunya terjadi akibat kenaikan harga BBM. Rantai panjang pengawasan ini diawali dengan surveillance yang merupakan usaha monitoring terhadap Siklus Keuangan dan Makroekonomi, Lembaga Keuangan (SIB & Konglomerasi), Pasar Keuangan, Korporasi dan Rumah Tangga. Setelah dilakukan surveillance, langkah yang ditempuh selanjutnya adalah identifikasi Potensi Risiko Tematik dan Khusus Sistemik terhadap semua lini yang terlibat dan berhubungan dengan sistem keuangan. Hal ini dilakukan untuk proses Assessment dan penerbitan kebijakan terhadap fakta risiko yang telah diidentifikasi sebelumnya.

BI memiliki kewenangan untuk melaksanakan pengawasan makroprudensial, namun kewenangan tersebut perlu diejawantahkan secara khusus melalui pengawasan mikroprudensial yang secara penuh dilakukan oleh OJK (otoritas jasa keuangan) berdasarkan UU No 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. OJK melaksanakan pengawasan terhadap Tingkat kesehatan & kinerja (individu) institusi keuangan dalam hal ini perbangkan. Perbankan menjadi intitusi keuangan yang vital untuk dipantau karena di dalamnya lah terdapat mobilisasi dana dari surplus unit (pihak yang kelebihan dana) ke defisit unit (pihak yang kekurangan dana). ‘Dalam perbankan yang sehat, terdapat sistem keuangan negara yang kuat.’

OJK sebagai sebagai lembaga keuangan yang melaksanakan kontrol mikroprudensial tentu telah memperhitungkan dampak kenaikan BBM terhadap sistem keuangan Indonesia salah satunya perbankan. Jika bank sebagai industri yang bergerak dibidang keuangan terpengaruh efek negatif kenaikan harga BBM tentu perlu langkah tanggap dari OJK untuk memitigasi dampak ini agar tidak melewati threshold . Meski banyak dikhawatirkan akan menimbulkan efek negatif, menurut OJK kenaikan harga BBM yang mulai berlaku 18 November 2014 lalu itu tidak akan berdampak signifikan terhadap sistem keuangan Indonesia. Industri keuangan seperti perbankan sebagian besar sudah memperhitungkan dampak kenaikan ini dengan cermat. Seperti yang sudah dijabarkan sebelumnya bahwa sinyal-sinyal yang diberikan Pemerintah jauh hari sebelum kenaikan hargaBBM memberikan ruang bagi pelaku sistem keuangan untuk mengkalkulasi dan mempersiapkan diri sehingga dampaknya tidak terlalu mengagetkan. Sebaliknya, pencabutan subsidi BBM justru akan menyehatkan fiskal karena defisit anggaran akibat membengkaknya subsidi akan dihemat sebanyak kurang lebih 100 triliyun, sisanya akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur yang tentu akan menggiatkan investasi dan merevitasisasi kualitas dan kekuatan makroekonomi.

Meski dampaknya terhadap sistem keuangan tidak akan signifikan namun kenaikan harga BBM, mau tidak mau akan mempengaruhi harga-harga kebutuhan dasar lain. Komponen pembentuk harga pokok suatu produk, baik barang maupun jasa tentu beragam. Salah satunya adalah biaya transportasi. Sebagai sektor yang berhubungan langsung dengan BBM bersubsidi, transportasi akan mendapatkan pukulan telak atas kenaikan harga BBM ini. Hal ini berimbas pada naiknya nilai komponen pembentuk harga produksi lainnya seperti bahan baku dan ongkos produksi. Jadi, kenaikan harga BBM akan secara natural membuat harga barang lain naik, tidak perlu dihindari dan ditakutkan, yang perlu diantisipasi adalah rasionalitas kenaikan dan kontrol pasar.

Kontrol atas inflasi yang diakibatkan oleh kenaikan harga BBM lagi-lagi salah satunya dilimpahkan kepada BI selaku pihak yang berwenang melakukan pengawasan terhadap market risk yang nantinya akan dimitigasi oleh kebijakan makroprudensial. BI di setiap daerah berkoordinasi dengan Kemenko dan Kemendagri tergabung dalam TPID (Tim Pemantau dan pengendali Inflasi Daerah) yang akan mengontrol laju inflasi akibat fenomena-fenomena diaman terdapat kondisi ekstrem di pasar  seperti pada saat hari raya dan kenaikan harga BBM. Kontrol pasar ini dilakukan untuk memonitor persentase kenaikan harga di daerah, agar meskipun harga komoditas naik, masyarakat tetap mampu mempertahankan daya belinya. Menteri keuangan Bambang Brodjonegoro memperkirakan akibat kenaikan harga BBM, Inflasi akan mencapai 7,3 persen pada akhir tahun dan dampaknya akan terasa hingga Januari 2015. Di lain kesempatan, OJK pun mengutarakan bahwa dampak Inflasi hanya akan terjadi selama 6 bulan, setelah itu keadaan ekonomi akan kembali normal karena masyarakat sudah mampu beradaptasi.

Dengan pemahaman dan literasi yang cukup, dampak kenaikan harga BBM ini tidak akan menimbulakn kepanikan yang berujung chaos. Dengan pengetahuan tersebut  masyarakat terutamarumah tangga sebagai pengambil kebijakan keuangan terkecil dapat turut melakukan mitigasi dampak kenaikan harga BBM terhadap perekonomian negara. Lantasapa yang bisa dilakukan oleh kita sebagai salah satu pelaku yang mempengaruhi keuangan negara dalam menghadapi kenaikan BBM ini?
1.Stop Panic buying

Saat-saat seperti sekarang ini adalah saat yang rentan terjadi panic buying. Pasca kenaikan harga BBM, masyarakat biasanya akan segera bernafsu untuk membeli berbagai kebutuhan dalam jumlah banyak sebagai antisipasi terhadap kemungkinan naiknya harga produk yang signifikan. Padahal pembelian besar-besaran ini justru akan membuat komoditas menjadi langka dan harga semakin melambung. Lebih baik membeli barang secara wajar dan tidak terpengaruh isu yang menyesatkan. Belilah barang sesuai keperluan saja, karena pemerintah pasti turut memonitor kewajaran harga di pasaran.

2.Konsumsi sewajarnya dan mulai menabung!

Kenaikan harga berbagai komoditas dan keperluan seharusnya membuat kita semakin hemat. Konsumsi yang tidak sebanding dengan pendapatan akan menimbulkan kredit. Jika kebutuhan meningkat akibat kenaikan harga BBM, arus kredit akan lebih deras daripada arus menabung, jika kredit yang banyak dilakukan itu mulai bermasalah, maka akan timbul salah satu risiko dalam mikroprudensial yaitu credit risk. Credit risk merupakan risiko kerugian karena debitur tidak melakukan pembayaran (baik pembayaran prinsip maupun bunga) yang jika terjadi secara sistemik tentu akan menimbulkan ketidakseimbangan sistem keuangan.

3.Konversilah!

Banyak hal yang bisa dikonversi, salah satunya adalah energi. Jika dulu untuk ke pasar menggunakan mobil atau sepeda motor, cobalah konversi dengan menggunakan sepeda. Jika dulu setiap anggota keluarga memiliki mobil masing-masing, aturlah jadwal sehingga satu kali mengantar bisa memuat banyak anggota keluarga dalam satu kendaraan sehingga pemakaian bahan bakar menjadi efisien. Konversilah barang-barang daur ulang menjadi barang lain yang masih bisa dimanfaatkan. Tak perlu membeli berbagai peralatan rumah tangga jika ada yang masih bisa diremajakan dan di daur ulang. Jika sudah bosan dengan gadget, konversilah biaya untuk membeli gadget baru dengan mengupgrade sistemnya sehingga kita terhindar dari kebosanan namun tetap bisa hemat. Upaya-upaya kecil tersebut, bisa menghindarkan kita dari kredit untuk menyicil barang-barang yang sebenarnya bisa kita hindari

4.Catat semua aktivitas ekonomi

Terkadang, kita lupa mencatat hal-hal kecil terkait pengeluaran kita sehari-hari. Setiap pengeluaran yang tercatat akan menjadi panduan untuk kita dalam kebijakan pengeluaran di bulan selanjutnya. Biaya-biaya yang tidak seharusnya kita keluarkan, catatannya akan kita sadari sebagai biaya yang sebenarnya bisa dihindari atau tidak dibelanjakan secara berlebihan.

5.Gali Informasi

Banyak masyarakat yang belum mafhum mengenai dampak kenaikan BBM terhadap perekonomian negara kita. Sebagai generasi yang memiliki kemampuan untuk melakukan riset kecil, sudah sewajarnya kita tidak menelan bulat-bulat informasi provokatif yang justru menambah karut-marut panasnya isu kenaiakn harga BBM ini. Demonstrasi anarkis berujungchaos yang mencerminkan kekurangpahaman pelaku terhadap dampak kenakan BBM serta kekurangpahaman tata cara memanfaatkan era reformasi. Situasi politik yang tidak kondusif akan menghambat perkembangan ekonomi. Lihat saja Thailand yang pertumbuhan ekonomi termasuk pariwisatanya mulai loyo karena stabilitas politiknya goyah yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang tidak segiat sebelumnya.

Sistem keuangan negara kita tidak berlari begitu saja seperti kuda yang lepas dari pacuan. BI beserta perangkat pengawasannya membimbing ‘kuda’ tersebut‘berlari’ cepat namun dengan kontrol yang tepat dan ketat agar arah tujuannya jelas serta tidak mudah ‘terseungkur’ jika mendapatkan rintangan kecil. Setelah kita paham dengan berbagai upaya pengawasan dan kontrol terhadap sistem keuangan negara kita, sudah selayaknya kita waspada namun tetap tidak panik dalam menghadapi 'kerikil-kerikil' kecil yang menghalau laju perekonomian negera yang besar ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline