Sebenarnya tidak ada niat saya bertemu dengan Mas Budiman Sudjatmiko dalam event Big Questions Forum bersama komunitas Inovator 4.0 Chapter Semarang.
Niat saya dan Tommy Bernadus, pemilik akun BaciritaID, hanya menikmati perjalanan darat singkat dari Jakarta ke Cirebon. Karena sebenarnya hanya punya uang sekitar Rp 2 juta, maka kami pun memutuskan naik bus.
Saya berpikir ke Cirebon yang agak jauh akan mahal. Ajaibnya, malam itu tiket bus AC eksekutif ke sana hanya Rp 80 ribu dari awalnya saya perkirakan Rp 150 ribuan, sebab waktu dicek di kereta api, segitulah kira-kira harga tiketnya.
Maka kami pun dengan gembira langsung berjanjian di Terminal Pulogebang. Tak sampai 20 menit, saya sudah sampai. Sementara Tommy yang memutuskan naik Transjakarta, sampai 15 menit kemudian. Tapi masih jauh lebih cepat dibanding perjalanan ke Bandara.
Karena tidak diburu waktu, kami menyempatkan dulu makan nasi Padang di kedai Uda Denai yang tertata rapi di terminal. Di etalasenya tertulis Rp 10 ribu.
Saya sangsi, paling-paling hanya gimmic marketing supaya banyak orang beli. Tapi setelah saya tanya memang ada menu seharga Rp 10 ribuan di sana. Bayangkan untuk seporsi nasi padang Cuma keluar selembar uang yang termasuk receh.
"Ikan panggang ciek, tunjang ciek," pesan saya dengan semangat, karena kalap. Haha. Tommy juga memesan menu serupa, nambah nasi pula. Masih pesan masing-masing segelas es teh manis. Segar alhamdulillah. Saya sudah menyiapkan uang ratusan ribu. Biasanya kalau sudah kalap begini, di rumah padang biasanya dipakuak, sebuah istilah dalam Bahasa Minang artinya harganya dibuat melejit.
Tapi ternyata Rp 60 ribuan saja, alias Rp 30 ribuan untuk masing-masing lauk yang kami pesan plus minuman segar. Sebuah harga yang sangat murah untuk bandara, eh, terminal semewah ini.
Kondisi Terminal Pulogebang indah luar biasa, jauh dari stereotype kita mengenai terminal bus selama ini. Lantainya bersih mengkilap, tidak ada bau pesing, toiletnya pun seperti toilet mal.
Tempat pembelian tiket juga tertata rapi dan pakai sistem serba elektronik. Bisa pesan lewat aplikasi mobile juga. Untuk yang mau salat, musalanya sangat lapang dan besar. Karpetnya wangi. Beberapa kali saya perhatikan, bule-bule lalu lalang di terminal ini sambil melihat-lihat suvenir di toko oleh-oleh yang tersedia.
Setelah beres makan dan kenyang, Tommy mengajak naik ke atas. "Gw kena bisul di pantat, susah jalan naik tangga, Tom," kata saya sambil meringis. Tommy tertawa. "Ada lift, tenang aja." Saya takjub. Bahkan tangganya pun tangga berjalan sehingga berpindah dari satu lantai ke lantai lain benar-benar seperti di pusat perbelanjaan mewah. Bedanya di sini yang dijual adalah tiket bus.