Lihat ke Halaman Asli

Kode Etik dan Profesionalitas: Potret Kemenangan Sejati

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Saya bekerja sebagai mekanik, untuk sebuah perusahaan besar yang berbisnis di bidang alat berat, sebut saja PT Buldozer. Perusahaan ini paham benar bahwa banyak sumber daya manusia yang berusia produktif di Indonesia ini, yang tidak menguasai pengetahuan teknik seputar alat berat, sekolah-sekolah kejuruan di Indonesia bisa dihitung dengan jari yang mendalami pengetahuan alat berat. Lantas, perusahaan menjemput bola ke sekolah-sekolah kejuruan di berbagai kota untuk direkrut mengikuti pendidikan alat berat berstatus magang dengan iming-iming peluang untuk bisa bekerja di perusahaan tersebut.

Saya menempuh pendidikan tersebut selama dua tahun, hingga bisa diangkat menjadi karyawan. Hal yang pertama saya dapatkan ketika berada pada saat hari pertama saya mengikrarkan diri saya sebagai karyawan dalam beberapa lembar kontrak kerja, adalah Kode Etik Mekanik. Ya, ini menjadi pedoman bagi kami dalam bekerja, tentang garis tegas yang membedakan mana yang boleh dan yang tidak boleh kami lakukan. Saya memandang ini sebagai wujud bakti saya kepada perusahaan yang telah membuat saya dari "tidak tahu" menjadi "tahu", wujud profesionalitas, wujud penghargaan atas diri saya sendiri di hadapan Tuhan. Ketika sebuah sistem pengawasan dalam konteks pekerjaan saya, hanya berjalan pada saat jam awal saya bekerja hingga saat saya melangkahkan kaki pulang dari perusahaan. Setiba di rumah masing-masing, tidak ada yang mengawasi, tidak mungkin dong atasan kita mengikuti kita hingga saat terlelap tidur. Nah disinilah peran Kode Etik Mekanik, di saat tidak ada pengawasan, etika yang termaktub di dalamnya lah yang menjadi guidance kita untuk tetap setia kepada perusahaan, untuk tetap berjalan pikiran bahwa tenaga, pikiran, dan sumbangsih kita hanya untuk sebesar-besar kemajuan perusahaan.

Kekuasaan, ilmu, dan kekayaan adalah tiga hal yang bisa membuat orang terlena dalam pusaran penyalahgunaan wewenang, sesuatu yang "corrupt", suatu hal yang dideskripsikan sebagai perpalingan kita akan kebenaran, tanggungjawab, dan sumpah setia. Saya mengalami betapa beratnya untuk teguh dalam pendirian dan kesetiaan ini, ketika pada saat kita mendapati sebuah job description special (anehnya) dari customer, yang saya tahu ada keterlibatan dengan orang dalam perusahaan ini, sebut saja Mr.X,  melalui jalur tidak wajar dan cenderung sembunyi-sembunyi dengan customer tersebut, dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri dan customer itu. Well, inilah yang harus saya hadapi pada saat itu. Ini tidak Fair!

Secara etika, Mr.X, secara jelas melangar Kode Etik. Dia bekerja untuk perusahaan lain. Pada praktiknya, demi tercapainya tujuan untuk mendapat sebesar-besar keuntungan bagi dirinya, melakukan tindakan kotor dan kriminil dengan mencuri aset milik perusahaan. Tentu saja, ketika saya ditawari untuk bergabung dengan dia dalam proyek terlarang itu, saya tegas menolak, "Tidak! itu kriminal!"

Dan kini, saya merasa menang, tersenyum bangga pada diri saya sendiri karena saya tetap pada pendirian saya pada saat itu. Bahkan saya masih bisa tersenyum berada di perusahaan ini, pada saat Mr.X sudah tidak diinginkan oleh manajemen untuk tetap tinggal di sini. Bagi saya, selama saya bisa tidak mengingkari kehormatan dan janji setia saya, saya bisa menjunjung kebenaran dan suara hati, dan tidak menjatuhkan harkat martabat saya dan keluarga saya, saya tidak merasa akan takut, saya tidak gentar, Saya Menang karenanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline