"Janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari" tulis Mba Cecilia Rini alias Momster Bobi di dinding Facebooknya. Saya mengenal sosok ini sejak sekitar tahun 2016-2017. Terbaring lemah, kurus, dengan perut agak buncit.
Kanker indung telur menggerogoti kesehatannya, hingga menyebar ke usus. Tapi ia tak mau menyerah. Dengan kondisinya yang seperti itu, ia tetap aktif menulis berbagai hal mengenai sosial dan politik, berbagi pandangan-pandangan idealisnya. Bahkan ia tak mau terlihat kuyu. Rambutnya dicat warna-warni, menutupi bagian yang makin menipis, lalu akhirnya ia sengajakan botak sama sekali.
"Modalnya kecil banget. 200 ribu aja untuk buatkan pesanan kering tempe. Dari situ mulai banyak yang penasaran terus ikut pesan. Awalnya ya bingung gimana caranya bisa memenuhi orderan kering tempe. Jadi buatnya sedikit-sedikit dulu. Keuntungannya disisihkan untuk buat orderan yang belum terpenuhi. Gitu aja sih mas. Hahaha," jawabnya riang saat ditanya mengenai usaha kecil-kecilan yang ia lakukan sambil menunggu panggilan kontrol berikutnya.
"Ya hasilnya sebagian untuk rumah tangga dan sedikit-sedikit bisa dipakai untuk nambahin duit transportasi bolak-balik ke rumah sakit, juga untuk beli alat-alat masak. Yang murah saja biar kompliot kan jadi lancar dagangnya," terang Mba Rini.
Berkat kekuatan dan keteguhan hatinya, selama bertahun-tahun berjuang melawan kanker, kini ia memasuki fase akhir pengobatan dan terapi. "Ya sudah tinggal copot selang di perut saja. Ini gara-gara COVID 19 jadi tertunda terus," jawabnya saat ditanya bagaimana kondisi penyakit yang dialami. Dibanding tiga tahun lalu, badannya sudah jauh lebih berisi.
Bukan tidak sekali-dua kali ia merasa putus asa. Peran suami yang dipanggilnya dengan sebutan Ayah Arya menjadi sangat krusial, menghiburnya saa merasa ada di titik nadir. "Gue bilang ke Ayah kalo gue udah bosan dengan semua proses untuk sembuh ini. Gue bosan minum obat-obatan. Gue bosan ke rumah sakit. Gue bosan kesakitan terus Tapi seperti biasa, Ayah tetep sabar bujuk gue," tulisnya saat menceritakan betapa muaknya ia harus selalu meminum larutan pencuci perut saat harus menjalani pemeriksaan.
"Sedikit lagi kita selesai kok, Bob. Yang kayak gini nggak bakal terus-terusan kamu jalanin. Buruan nih minum dulu obat cuci perutnya," jawab Ayah Arya menghibur.
Dapur Gadanta terus berkembang, karena ia menjalankannya dengan niat ikhlas, selain menjemput rezeki, juga berbagi kepada sesama. Di selang waktu luangnya, Mba Rini membagikan nasi kotak dengan kerjasama dengan pihak KAPAS, sebuah perkumpulan yang berusaha mengedukasi msyarakat mengenai COVID 19 dan pencegahannya. Namun tentu pengembangan usaha dengan tema sociopreneurship ini membutuhkan modal yang lumayan banyak. Karena itu Mba Rini perlahan-lahan menabung dari setiap profit kegiatan usahanya, selain itu ia harus menjaga kepercayaan banyak orang yang telah membantu, bukan sekedar berorientasi profit sebanyak-banyaknya saja.
"Waduh takut kalau pinjam-pinjam ke Pinjol, Mas." Jawabnya saat ditanya mengapa tidak ikut memanfaatkan fintech untuk mencari tambahan modal.
"Pinginnya bisa sih, dapat bantuan dari pemerintah yang untuk UMKM itu tapi nggak tau caranya. Cuma bisa baca berita, Jokowi kucurkan bantuan UMKM dan lain-lainnya,tapi nggak bisa ikutan." Ia tampaknya mengkhawatirkan prosedur dan administrasi berbelit saat harus mengajuan pinjaman lunak ke pemerintah. Saya langsung terpikir, bukankah solusi gadai sebenarnya bisa membantu tanpa harus repot dengan semua syarat dan ketentuannya?
"Gak punya yang bisa digadai, Mas! Pokoknya murni merangkak dari nol ini usaha dagang kering tempenya," jawabnya tanpa pikir panjang lagi. Ya, dalam keadaan butuh dana luar biasa besar untuk mendukung pengobatannya, Mba Rini tentunya hanya bisa menyisihkan sedikit untuk modal, jangankan untuk memiliki aset seperti perhiasan atau barang-barang elektronik yang bisa "disekolahkan".