Lihat ke Halaman Asli

Hariadhi

Desainer

Melawan Penjajahan atas Nikel dengan Sebaik-baiknya, Sehormat-hormatnya

Diperbarui: 19 Desember 2019   11:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: cnnindonesia

"Saat ini ada tiga jurus menguasai dunia. Pertama kuasai data, kedua kuasai waktu. Permainan big data saat ini dikuasai dunia barat melalui Google, Facebook, dan kawan-kawannya. Menguasai waktu sedang dilakukan oleh China yang merambah internet 5G hingga 6G. Kita? Kalau tidak kuat menguasai keduanya, kuasai energi!'

Demikian kira-kira pesan Mas Bud di acara sharing di Bukalapak beberapa bulan lalu. Kita memang tak punya perusahaan teknologi canggih yang bisa membaca setiap pembicaraan orang dan mengolahnya menjadi kemampuan inteligen. Kita juga tak punya koneksi canggih, wong sinyal 4Gnya saja bikin sambat tiap hari. Tapi kita masih punya dan masih bisa mengejar ketertinggalan dalam hal energi, dan yang paling vital dari itu semua adalah benda remeh bernama baterai.

Baterai adalah masa depan.

Bila tahun 1960 hingga 2018, minyak masih menguasai seluruh problem geopolitik dunia, maka berbagai konflik diciptakan, atau bahkan tercipta, untuk bisa saling raup sumber minyak di antara dua negara adidaya, USA dan Uni Soviet. Setelah Uni Soviet tumbang oleh Glasnot & Prestorika, maka selanjutnya China mengambil alih dan menciptakan berbagai ketegangan mulai dari Afrika hingga Asia Tenggara. Wacana Kapitalis versus Komunis, Demokrasi versus Tirani, dihembuskan, sehingga menciptakan pertumpahan darah di mana-mana.

Dan salah satu korban perang proxi ini adalah kita. Ratusan ribu nyawa anak bangsa tertumpah demi penguasaan minyak, batubara, dan kemudian emas. Sampai kini luka itu masih menganga, sulit sembuh.

Maka kini saat terjadi upaya gugatan Uni Eropa kepada WTO atas upaya Indonesia mengolah sendiri nikelnya, memang sudah sepantasnya kita melawan, melawan dengan sekuat-kuatnya, sehormat-hormatnya.

Nikel adalah minyak baru bagi dunia Barat yang rakus energi. Saat manusia mulai menyadari bahwa penggunaan minyak bumi merusak lingkungan dan sumbernya suatu saat akan terkuras, maka kita berpacu dengan pengembangan teknologi untuk bisa memanfaatkan sumber lain yang berlimpah. Syaratnya satu, bauran berbagai energi itu dimanfaatkan menjadi satu komoditas yang bisa dimanfaatkan oleh semua, bernama listrik,

Alas, listrik tidak bisa dimanfaatkan begitu saja dari alam. Ia harus dipanen, lalu disimpan. Kalau tidak, ia akan musnah begitu saja dan kembali ke tempatnya semula. Kita bisa memanen listrik dari air, ombak, angin, nuklir, hingga cahaya matahari. Indonesia berlimpah dengan itu semua. Tapi tidak ada yang bisa menguasai energi bila tak mampu menyimpannya. Kita bisa memanen matahari sebanyak-banyaknya di siang hari, tapi lampu rumah tak bisa memanen cahaya itu di malam harinya.

Itulah kenapa kemudian Nikel menjadi berperan besar. Karena ia menjadi komponen penting membuat baterai kapasitas raksasa. LIhatlah baterai HP atau laptop kita saat ini, selain Cadmium, pasti tertulis nikel dan pasangannya, menjadi NiCad, NiMH, atau NiCD.

Dan Indonesia punya sumber nikel berlimpah ruah. Menurut catatan Medcom.id, potensi cadangan nikel kita 60 miliar ton, atau 23,7 persen dari seluruh kebutuhan dunia. Dan yang paling gres saat ini adalah pabrik pengolahan di Morowali.

sumber: kontan

Dan tiba-tiba kita teringat oleh berbagai keributan rasial yang menyertai pembangunan pabrik ini, seolah tak rela kalau kita punya kemampuan mengolah nikel sendiri.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline