Untuk yang belum sadar, sudahkah tahu kalau 26 September lalu adalah Hari Statistik Nasional kita? Kesadaran mengenai statistik tentang Indonesia mulai muncul sejak adanya Undang-Undang No 7 tahun 1960. Undang-Undang ini adalah pengganti dari Statistiek Ordinantie 1934.
Sejak tanggal inilah Indonesia mulai mengatur pencatatan mengenai warganegaranya sendiri, dan lebih lanjut memiliki basis data dalam pengambilan keputusan-keputusan publiknya.
Statistik mungkin bagi para pelajar di SMA atau anak-anak kuliahan adalah cabang ilmu matematika yang paling membosankan, berisi kegiatan hitung menghitung berbagai angka njlimet yang ga keruan tujuannya.
Tapi kenyataannya justru akibat adanya statistiklah kita bisa menikmati kemudahan di dalam hidup ini. Kita bisa mengukur kesempurnaan sebuah standar diterapkan pakai statistik. Kita mengukur apakah kebijakan publik sudah meningkatkan kepuasan masyarakat atau belum, juga pakai statistik.
Mau memperkirakan berapa besar kebutuhan masyarakat atas suatu produk sehingga bisa membuatnya cukup sebanyak demand yang tercipta, itu juga pakai statistik. Bahkan untuk memperkirakan siapa pemimpin yang bisa diterima rakyat, tools yang digunakan juga statistik.
Sehingga walau mungkin menjadi salah satu cabang ilmu yang diremehkan, sekaligus paling besar jasanya dalam hidup kita, marilah sejenak kita haturkan terima kasih kita kepada statistik.
Tanpa statistik, tak akan ada data. Tanpa data, tak ada gunanya menciptakan algoritma. Tanpa itu semua, maka percuma kita jauh-jauh bicara Revolusi Industri 4.0 dan penerapannya.
Karena itu, PR besar kini menjelang kita:
1. Kesadaran untuk menjadi responden data
2. Memahami bahwa seluruh aspek kehidupan kita ini adalah produsen data
3. Menyadari bahwa masyarakat adalah yang paling utama diuntungkan oleh ketersediaan data