Lihat ke Halaman Asli

Hima dan Angel

Diperbarui: 24 Mei 2022   11:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malaikat (Pexels.com)

Gadis itu menghela napas untuk kesekian kalinya. Hima namanya, yang berarti bunga. Tatapannya jauh menembus jendela kaca yang membatasinya dengan dunia luar. Hujan sedang turun. Butiran-butirannya membasahi bumi. Air tergenang di jalanan. Begitu juga di jendela yang sedang ditatap gadis itu. Air hujan membentuk pola abstrak yang indah untuk dipandang.

November. Hujan selalu turun di bulan ini. Biasanya, hujan hanya akan turun di malam hari, sedangkan siangnya panas matahari berpijar terang. Namun sekarang, entah apa penyebabnya, hujan turun sedari pagi. Suasana terlihat sendu. Mendung. Seperti suasana yang sedang dirasakan Hima sekarang.

"Setidaknya aku masih bisa menghitung butir air yang menempel di jendela," gumam Hima.

Hari ini seharusnya adalah jadwal dokter dari rumah sakit datang ke rumah Hima. Jadwal check up. Penyakit yang datang secara tiba-tiba 6 bulan yang lalu, membuat gadis itu hanya bisa berbaring lemah di rumahnya. Jangankan berdiri, duduk saja dia tidak mampu. Dokter pun masih belum bisa mengkonfirmasi jenis penyakit yang menggerogoti tubuh kecil Hima. Walau sudah dibujuk untuk dirawat di rumah sakit, Hima dan kedua orang tuanya lebih memilih rumah sebagai tempat Hima dirawat.

Hima selalu menunggu kunjungan dokter dari rumah sakit itu. Favoritnya. Setiap minggu sekali dokter itu akan datang dan menceritakan apa saja yang dia lihat selama perjalanan menuju rumah Hima. Di saat dokter itu bercerita, Hima dengan wajah ceria akan mendengarkannya. Walaupun pada akhirnya jarum suntik yang dibenci Hima tetap akan menusuknya, mengambil sampel darahnya, setidaknya cerita dokter itu mampu membuat Hima bahagia.

Hima kini menatap langit-langit kamarnya. Warna birunya sudah memudar. Padahal dia sudah berjanji akan mencat kamarnya dengan warna merah. Mengganti suasana katanya. Hima bahkan juga sudah membuat sketsa untuk merenovasi kamarnya. Melihat-lihat contoh kamar yang ideal di internet. Namun, semua itu harus terkubur rapat-rapat sekarang. Badannya sudah tidak bisa digerakkan. Hanya kepalanya saja yang masih bisa bergerak-gerak.

"Sebentar lagi ujian tengah semester,"gumam Hima. "Sepertinya Abyad akan mengambil posisi juara pertamaku. Curang sekali dia." Hima tertawa kecil. Matanya masih memandang langit-langit kamarnya.

"Bagaimana kabar teman-teman di sekolah ya? Apa sekolah itu sudah berganti warna? Atau bisa jadi sekolah itu sudah bertambah banyak gedungnya? Lalu, bagaimana dengan Bintang? Apa Dego berhasil mengungkapkan perasaannya ke Bintang? Wah, aku jadi malu sendiri membayangkan mereka berdua berpacaran." Hima tersenyum lebar. Berimajinasi selalu membuatnya lupa akan penyakitnya.

Hujan masih turun dengan lebatnya di luar sana. Sesekali gemuruh petir terdengar keras. Meninggalkan cahaya biru yang datang setelahnya. Hima yang masih melihat ke langit-langit kamarnya mulai mengantuk. Matanya perlahan-lahan terpejam. Gadis itu tertidur.

***

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline