Biru langit mendedah naungi siang hari yang melelahkan. Angin perlahan membasuh kepenatan, seperti ingin mengusap lelah bocah penggembala.
Angin siang segarkan jiwa dan membebaskan rasa seni. Irama seruling bocah penggembala memesona penjuru mata angin. Coba rasakan nadanya, seperti keluar dari jiwa yang paling dalam. Tak terusik oleh bisingnya dunia.
Suara seruling merdu mengelus kenyamanan lubuk hati. Membuat ketenangan yang abadi. Suaranya naik turun menjelajahi lembah kegembiraan.
Rerumputan ikut menari. Berjajar rapi bak bilah-bilah piano. Meliuk ritmis mengikuti hembusan angin yang menerjemahkan merdu irama.
Alunan suara suling mengetuk kenangan siapa saja yang mendengarnya. Menautkan segala perasaan. Kadang membuatku tersenyum kecil. Namun juga sanggup meneteskan air mata.
Bocah penggembala itu meniupkan kebahagiaan pada lubang-lubang serulingnya. Ia ingin berbagi kegembiraan kepada alam semesta. Ia tak suka keluh-kesah. Ia ingin dunia selalu ada keceriaan.
Pepohonan bambu ikut bernyanyi. Mereka bergerak kesana-kemari. Suaranya menghibur hati yang sepi. Mereka berdiri tegak lurus mengarah angkasa. Sepertinya mereka ingin langit turut serta mendengarkan nyanyian.
Surabaya, Kamis 15/12/2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H