Lihat ke Halaman Asli

Suharto

Penulis lepas

Pasar Malam

Diperbarui: 7 Juli 2021   07:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana pasar malam di desa (Pixabay.com)

Mengunjungi pasar malam seperti melawat ke masa silam. Saat itu aku masih belajar di sekolah dasar. Desaku kerap disinggahi pasar malam jika mendekati bulan kemerdekaan.

Suka cita warga desa menyambutnya. Mereka berbondong-bondong mendatangi pasar malam. Menuju keramaian yang dihamparkan pada tanah seluas lapangan sepak bola.

Malam berhias keceriaan. Lampu-lampu beradu cahaya menerangi barang dagangan yang diperjualbelikan. Anak-anak merajuk pada ayah ibunya agar bisa naik bianglala, ombak banyu, atau kuda-kudaan. 

Jika lelah sudah menggelayuti badan dan pikiran, orang-orang yang tak berduit akan redam letih dengan duduk-duduk di rerumputan. Ada juga yang sambil rebahan. Dan sungguh beruntung jika mendapati bulan purnama. Kau tentu tak ingin beranjak dari tempat itu.

Sementara bagi orang yang berduit, dihilangkannya segala lelah dengan menikmati minum segelas es sirup dan bakso. Atau cukup minum teh hangat, kopi pahit, dan penganan khas orang desa.

Jika para pengunjung pulang, mereka akan digoda harum martabak yang sedang digoreng. Atau kue terang bulan yang baru saja matang. Atau donat yang empuk bertabur gula halus. Jajanan itu dijual pedagang yang mangkal di sepanjang jalan pintu keluar.

Satu hal yang aku kenang tentang pasar malam adalah kembang gula. Rupanya yang warna warni itu menawarkan rasa penasaran. Harganya entah berapa tapi mampu membuatku mengenang rasanya sampai kini.

Surabaya, Selasa 6 Juli 2021




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline