Sinetron merupakan singkatan dari sinema elektronik, sebagai serial drama sandiwara bersambung yang diproduksi oleh satu perusahaan rumah produksi tertentu untuk selanjutnya disiarkan dalam bentuk audio visual melalui stasiun televisi Indonesia guna menjadi sarana hiburan bagi masyarakat luas. Sinetron generalnya berkisah mengenai kehidupan sehari-hari dari seorang tokoh pemeran utama yang diwarnai dengan berbagai konflik berkepanjangan. Sinetron sudah tumbuh serta ada sejak lama yang mana jalan ceritanya pasti selalu ditunggu dan menarik hati mayoritas kalangan masyarakat.
Dalam suatu alur cerita sinetron pasti terdapat unsur tokoh-penokohan yang tidak lepas memiliki peran sangat penting untuk bertugas memainkan karakter tertentu guna menonjolkan perbedaan signifikan yang ada diantara sifat satu tokoh dengan tokoh lainnya, dimana para pemain merupakan sebagai bagian pendukung utama yang menggerakkan proses penyelesaian cerita tersebut dengan tujuan akhir ingin menyampaikan sebuah pesan, amanah atau moral yang terkandung di dalam drama sinetron kepada penonton di rumah.
Posisi pemeran utama di dalam drama sinetron Indonesia biasa dominan digambarkan oleh gender seorang perempuan dibandingkan dengan gender laki-laki. Hal ini karena menurut Widjajanti Mulyono dan Santoso dalam artikelnya yang berjudul Menjadi Perempuan di dalam Sinetron: Kekinian Femininitas yang dimuat di journal Antropologi Indonesia Vol. 30, No. 1 (2014) menyatakan bahwa perempuan telah menjadi komodifikasi di media televisi yang muncul pada beberapa tayangan populer yang ada tak terkecuali sinetron. Gender perempuan mampu dinilai lebih menarik dari laki-laki dan sering mendapatkan stereotype sejak mereka lahir serta tumbuh mengenal lingkungannya sebagai sosok yang mudah menangis, tidak mandiri, cenderung memiliki perasaan emosional, dan pemarah. Dimana gambaran sisi inilah yang justru membuatnya terlihat menonjol dan menarik bagi mata publik.
Sementara bagi Widyatama (2006) dalam artikel Endah Siswati yang berjudul Representasi Domestikasi Perempuan dalam Iklan yang dimuat di Jurnal Ilmu Komunikasi Vol. 11, No. 2 (2014) mengungkapkan jika domestifikasi perempuan dalam iklan dan sinetron zaman sekarang tak jauh beda, menurutnya perempuan sering digambarkan sebagai sosok istri dan ibu yang suka berkiprah pada sektor domestik dengan melakukan aktivitas pekerjaan rumah tangga, seperti menyuci, menyetrika, membersihkan dan mengatur rumah, menyiapkan, mengolah dan menghidangkan masakan, merawat dan mengasuh anak, dan lain sebagainya. Selain itu, perempuan cenderung ditampilkan sebagai sosok yang dikuasai, dipimpin, perlu dilindungi, dan melayani orang lain, sedangkan laki-laki digambarkan berkebalikan mereka distereotipkan sebagai sosok yang selalu menguasai, menjadi pemimpin, pelindung dan orang yang selalu dilayani.
Berdasarkan penelitian yang ditulis Cindo Haranina (2021) membahas mengenai Representasi Ketidakadilan Gender menyatakan bahwa eksistensi perempuan dalam karakternya di dunia seni peran memang tidak lebih dari sebagai pelengkap dan figur yang lemah dengan sering ditampilkan menjadi pribadi berhati lembut, lugu, suka menolong, dan selalu bertindak sesuai hati nurani. Akibatnya tak jarang muncul persepsi dalam benak penonton jika karakter perempuan itu bersikap lambat sehingga dapat membuat si tokoh akan sangat mudah untuk diperdaya oleh si tokoh antagonis yang berada dalam alur ceritanya. Karena inilah akhirnya banyak pecinta sinetron terutama ibu-ibu menjadi ikut terbawa perasaan bahkan sampai dibuatnya kesal ketika adegan cuplikan drama sedang asyik ditayangkan.
Berbeda dengan gambaran karakter perempuan di Indonesia. Menurut Ariesva Retno Putri dalam artikelnya yang berjudul Perempuan Dalam Film Korea "The Beauty Inside" Sinetron di negara korea atau familiar dengan sebutan drakor ini, justru sering menampilkan sosok perempuan sebagai orang yang tangguh, pekerja keras, penuh keceriaan, mandiri, polos serta selalu bersikap dewasa ketika menyikapi segala persoalan bahkan tak ketinggalan peran perempuan mampu di representasikan dengan memiliki sifat keangkuhan, menakutkan hingga merampas kekuasaan.
Meskipun memiliki perbedaan, pada dasarnya karakter domestifikasi perempuan di beberapa adegan dalam sinetron Indonesia memang sengaja diciptakan oleh sang penulis skenario sedemikian detailnya, karena menurut saya mereka ingin menambahkannya sebagai bumbu-bumbu pemanis cerita yang mampu untuk memikat emosi dan meyakinkan hati para penikmatnya. Selain itu, sinetron juga ingin tetap unggul sebagai tontonan yang selalu di cintai oleh semua kalangan dengan terus bersaing dalam memperoleh posisi rating tertinggi pada pasar industri media.
Harera Noor Wijayanti, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H