Lihat ke Halaman Asli

Hardy Mynhart

Content Kreator

Implementasi Program Televisi Digital Dalam Meningkatkan Kualitas Siaran

Diperbarui: 3 Juli 2015   08:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Digitalisasi penyiaran adalah tuntutan dinamika teknologi yang menjadi keniscayaan untuk diterapkan. Apalagi adopsi teknologi penyiaran digital bisa mengantarkan lebih banyak informasi kepada masyarakat, sehingga pemerintah meyakini digitalisasi penyiaran menjadi jalan singkat terwujudnya keberagaman kepemilikan yang menjadi syarat terciptanya demokritisasi informasi.

Siaran televisi digital di Indonesia sudah tidak dapat terelakkan lagi keberadaannya. Sistem penyiaran digital merupakan perkembangan yang sangat pesat di dunia penyiaran dimana terdapat peningkatan kapasitas layanan melalui efisiensi pemanfaatan spektrum frekuensi radio. Sistem penyiaran televisi digital bukan hanya mampu menyalurkan data gambar dan suara tetapi juga memiliki kemampuan multifungsi dan multimedia seperti layanan interaktif dan bahkan informasi peringatan dini bencana.

Perkembangan teknologi yang semakin pesat selalu bersejajar dengan dinamika teknologi telekomunikasi, perfilman dan juga penyiaran. Seiring meningkatnya perkembangan teknologi, digitalisasi penyiaran sejatinya sebuah keniscayaan namun tidak mungkin terbendung. Digitalisasi merupakan sebuah proses alih teknologi yang harus dilakukan. Apalagi proses migrasi dari system analog ke digital sudah dilakukan oleh 85 persen Negara di seluruh dunia. Namun demikian migrasi digitalisasi tidak dapat dilakukan dengan cepat, ada tahapan dan proses yang harus dilalui. Dengan harapan ketika proses migrasi ini telah direaslisasikan, masyarakat Indonesia dan khususnya masyarakat Provinsi Sulawesi Utara dapat menikmati manfaat dan kebergunaan Digitalisasi Penyiaran tersebut. Dengan sendirinya dapat mendukung kemajuan pembangunan Provinsi Sulawesi Utara.

Proses perkembangan teknologi penyiaran telah sampai pada implementasi teknologi penyiaran digital. Sejalan dengan perkembangan dengan teknologi film yang sudah didistribusikan dalam bentuk data digital, teknologi televisi kemudian menyesuaikan dirinya. Perkembangan teknologi penyiaran digital tentu saja tetap berlandas pada teknologi yang sudah ada sebelumnya. Indonesia yang sebelumnya telah memilih teknologi analog penyiaran PAL dalam penyiaran terrestrial saat ini, kemudian dalam penyiaran televisi digital, Indonesia memilih teknologi Digital Video Broadcast Terrestial generasi ke-2 (DVB-T2) sebagai kelanjutan dari teknologi PAL. Keputusan memilih teknologi ini telah final mengingat kedekatan dan kemudahan alih teknologi dari PAL ke DVB-T2.

Proses alih teknologi televisi juga disertai dengan proses penggantian infrastruktur dan alat penerima. Sehingga sampai ke alat penerima siaran televisi pun juga harus diganti dari TV analog ke TV digital. Mau tidak mau, untuk dapat menikmati teknologi teknologi digital dengan optimal, maka masyarakat harus memiliki perangkat penerima televisinya.

Alih teknologi penyiaran oleh produsen perangkat penyiaran tentu saja dengan meninggalkan teknologi lama dan terus mengembangkan teknologi baru yang lebih menjanjikan fitur-fitur dan berbagai kemudahan bagi masyarakat pengguna teknologi baru. Secara perlahan namun pasti, produksi teknologi lama dihentikan. Hal ini justru menyebabkan adanya pemaksaan penggunaan teknologi baru bagi masyarakat sebagai konsumen untuk beralih dari TV analog ke TV digital.

“Kematian” (switch off) teknologi analog sudah lama diprediksi. Bahkan “kematian” teknologi analog memang sudah direncanakan untuk “mati mendadak” tanpa adanya kompetitor. Karena itu produsen perangkat penyiaran digital membuat dan memasarkan perangkat TV digital sebelum Indonesia melakukan peralihan teknologi analog ke teknologi penyiaran digital. Akibatnya perangkat ini sebagain besar tidak dapat digunakan untuk menerima penyiaran digital di Indonesia, hal ini karena perangkat TV digital yang beredar terlanjur menggunakan teknologi DVB-T generasi pertama, padahal akhirnya pemerintah memutuskan menggunakan teknologi digital DVB-T2 generasi kedua. Ketentuan standart TV digital ini diatur dalam Permenkominfo No. 36 tahun 2012 tentang Persyaratan Teknis Alat dan Perangkat Pemancar Televisi Siaran Digital Berbasis Standar Digital Video Broadcasting Terrestrial – Second Generation.

Dalam ketentuan Kemenkominfo ini disebutkan bahwa perangkat penerima siaran TV digital juga harus memiliki perangkat yang mendukung Sistim Peringatan Dini (Early Warning System) mengingat Indonesia berada pada posisi geografis rawan terjadi bencana alam, terlebih khusus daerah Provinsi Sulawesi Utara akan sangat merasakan manfaatnya perangkat TV digital ini.

Sebagai dukungan regulasi terhadap implementasi penyiaran TV digital, pada jauh sebelumnya pada tahun 2009 pemerintah telah menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 39 tahun 2009 tentang Kerangka Dasar Penyelenggaraan Penyiaran TV Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (free- to-air). Peraturan ini merupakan kerangka dasar atau kerangka pemikiran awal bagaimana melaksanakan implementasi penyiaran TV digital.  Pada bulan November 2011, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 22 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (free- to-air) sebagai pengganti Permen Kominfo No. 39/2009. Peraturan ini mengatur tentang model bisnis penyelenggaraan penyiaran TV digital, zona layanan penyiaran multipleksing, TKDN set top box dan pelaksanaan penyiaran TV digital. Namun Permenkominfo No. 22 tahun 2011 ini menuai tantangan dan judical review ke Mahkamah Agung (MA) dari masyarakat penyiaran dimana terjadi ketidaksesuaian Permenkominfo No. 22 tahun 2011 tersebut dengan UU No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Proses judical review tersebut mendapat pengabulan Mahkamah Agung (MA) dengan mengeluarkan keputusan mengabulkan permohonan judical review yang konsekuensinya Permenkominfo No. 22 tahun 2011 tersebut harus dibatalkan.

Terkait dengan pembatalan Permenkominfo No. 22 tahun 2011 oleh Mahkamah Agung, Menteri Komunikasi dan Informatika saat itu, Tifatul Sembiring, menegaskan bahwa penyiaran digital akan terus berjalan, sehingga Kemenkominfo melakukan perbaikan dan penyesuaian antara lain pengaturan Analog Switch-Off ditiadakan, penggunaan istilah LPPPM dan LPPPS ditiadakan, serta menghilangkan istilah zona layanan dan kembali menggunakan wilayah layanan, semuanya ini dirumuskan dalam Permenkominfo No. 32 tahun 2013. Dengan kata lain, pemerintah dalam Permenkominfo No. 32 tahun 2013 berupaya mengembalikan kedudukan permen ini sebagai ketentuan lebih lanjut yang merupakan turunan Peraturan Pemerintah No. 52 tahun 2005, Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah No. 11 tahun 2005.

Permenkominfo No. 32 tahun 2013 yang ditandatangani Menkoinfo saat itu Tifatul Sembiring tepat 1 hari setelah habis masa tenggat waktu 90 hari yang diberikan Mahkamah Agung, ternyata telah menyiapkan secara matang permen pengganti, sehingga entitas lembaga penyiaran pun tetap menggunakan istilah LPS (lembaga penyiaran swasta) dan LPP (lembaga penyiaran publik) sebagai turunan dari PP No. 52 tahun 2005. Meskipun pada tataran perannya, permen ini membedakannya menjadi 2 fungsi yaitu sebagai penyedia infrastuktur multipleksing dan sebagai penyedia konten (program siaran).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline