INDONESIA ADALAH NEGARA HUKUM / RECHTSSTAAT
Bangsa Indonesia telah melawati beberapa fase di era pra kemerdekaan dan pasca kemerdekaan terhadap dunia pendidikan, Portugis sebagai bangsa yang pertama kali datang ke Nusantara (Indonesia pada waktu itu) mendirikan beberapa sekolah untuk mengajarkan masyarakat waktu itu untuk membaca, menulis dan menghitung, di era kolonial Belanda pun yang datang sebagai penjajah ternyata juga membagi ilmu pengetahuannya kepada beberapa masyarakat Nusantara pada waktu itu. Sebagaimana yang tercatat didalam sejarah, Belanda pada tahun 1800 an mulai mendirikan sekolah-sekolahnya untuk diajarkan kepada penduduk pribumi di pulau jawa tepatnya di Sunda Kelapa (sekarang Jakarta). Walaupun diskriminasi dan berbeda perlakuan diterapkan namun masyarakat baik dari berbagai kalangan dapat mengikuti kurikulum yang ditetapkan negeri kincir angin pada waktu. Beberapa sekolah yang didirikan Belanda yang tercatat dalam sejarah waktu itu adalah :
1. Hollandsch-Chineesche School sekolah pertama (dasar) untuk orang cina yang hidup di Nusantara, didirikan pada tahun 1908.
2. Hollandsch-Inlandsche School / HIS pertama kali didirikan pada tahun 1914 (setara sekolah dasar).
3. Meer Uitgebreid Lager Onderwijs / MULO (setara sekolah menengah pertama).
4. Algeemene Middlebare School / AMS (setara sekolah menengah atas).
5. Hoogere Burgerschool / HBS sekolah lanjutan untuk orang cina yang hidup di Nusantara pada waktu zaman pendudukan Belanda.
6. Schakel School,
7. School tot Opleiding van Indlandshe Artsen / STOVIA (saat ini dikenal sebagai fakultas kedokteran Universitas Indonesia), dan
8. School tot Opleiding voor Indlandsche Rechtskundigen kemudian dirubah namanya menjadi Rechtshoogest School de Batavia (saat ini dikenal sebagai fakultas hukum Universitas Indonesia).
Fase diantara pra kemerdekaan Indonesia pun telah banyak melahirkan tokoh-tokoh yang memiliki latar belakang pendidikan kolonial Belanda seperti Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, Soewardi Soejaningrat / Ki Hajar Dewantara, Soetomo (pendiri organisasi Budi Utomo dan lulusan terbaik STOVIA), Otto Iskandar Dinata, Ahmad Dahlan, Raden Ajeng Kartini dan Dewi Sartika (pendiri sekolah isteri) dan masih banyak lagi. Merekalah tokoh-tokoh cerdas yang telah sadar dan faham pentingnya arti sebuah pendidikan terhadap instrumen kehidupan pribadi dan berbangsa. Bahkan masa pendudukan Belanda yang hampir 350 tahun lamanya pada akhirnya menumbuhkan perlawanan kemerdekaan yang tidak dapat diatasi lagi oleh Belanda pada waktu itu, karena telah banyak kaum bumi putera yang terdidik dan terpelajar sehingga mereka sadar bahwa saat ini kehidupan mereka bersama Belanda adalah bentuk penjajahan dan harus didudukan ulang melalui cara-cara yang tepat. Selain dengan perjuangan dan tumpah darah pada masyarakat pada waktu itu, bentuk-bentuk perundingan juga memiliki sumbangsih yang sangat amat besar terhadap berdirinya Republik Indonesia.